JAKARTA - Dalam pertemuan yang akan datang, para ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 6 persen.
Hal ini terjadi di tengah kondisi rupiah yang terus menunjukkan pelemahan, mencapai Rp 16.220 terhadap dolar AS.
Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, mengungkapkan bahwa keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan diharapkan karena dampak dari data ekonomi AS yang stabil, yang mengakibatkan perubahan jadwal pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve dari Juni menjadi September 2024.
Pardede juga menambahkan bahwa tekanan pada rupiah sebagian besar disebabkan oleh faktor musiman, termasuk pembayaran dividen dan kupon oleh non-residen serta pembayaran pokok utang luar negeri yang meningkat di kuartal kedua setiap tahun.
BACA JUGA:Pemerintah Hitung Ulang HET Gabah, Relaksasi Beras Bakal Diperpanjang
Selain itu, BI masih memiliki beberapa strategi untuk stabilisasi rupiah, termasuk menggunakan cadangan devisa yang cukup untuk intervensi pasar valuta asing jika diperlukan.
Namun, tingkat ketidakpastian di pasar keuangan global yang sangat tinggi, termasuk situasi geopolitik dan data ekonomi AS yang akan dirilis, masih menjadi faktor penting yang mempengaruhi keputusan BI.
"Mungkin ada kebutuhan untuk menaikkan BI-rate jika kondisi global memburuk dan permintaan untuk aset 'safe haven' meningkat," kata Pardede, mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga adalah langkah terakhir untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
BACA JUGA:Pesawaran Menjadi Kabupaten dengan Destinasi Wisata Favorit
Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, juga memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga pada level 6 persen, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga masih terbuka jika kondisi global memburuk.
Menurutnya, kebijakan The Fed yang belum melonggarkan dan inflasi di AS yang masih di atas target 2 persen, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan ini.
Dia menambahkan, tingkat suku bunga di Eropa yang masih berkisar antara 4,5 hingga 5,5 persen dan inflasi yang bertahan di sekitar 4 hingga 4,5 persen di negara maju, menunjukkan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi dan moneter di dalam negeri melalui kebijakan suku bunga yang tepat. (jpc/abd)