Ibnu Rajab Al-Hambali pernah berkata, “Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menangis ketika berpisah dengan bulan Ramadan. Sedangkan ia tidak tahu masih bisa berjumpa lagi dengannya atau tidak di sisa umurnya.”
Hasan Al-Bashri menggambarkan bulan Ramadan sebagai ajang lomba melakukan ketaatan dan meraih rida Allah SWT.
Ada orang yang melaju di depan dan meraih kemenangan, ada pula yang terbelakang dan menuai kekalahan.
Kemudian ia berkata, “Sungguh ironis orang yang tertawa pada hari ini, saat orang baik meraih kemenangan dan orang jahat menuai kegagalan.”
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz di dalam khutbah Idul Fitrinya mengatakan, “Wahai rakyatku, kalian telah berpuasa karena Allah SWT selama tiga puluh hari. Kalian juga mendirikan salat malam tiga puluh hari. Hari ini kalian keluar untuk memohon kepada Allah agar semua amalan diterima.”
Pada saat itu, seseorang terlihat sedih. Ia ditanya, “Bukankah ini hari bahagia?” Ia menjawab, “Benar. Aku ini hamba yang Allah diperintahkan melakukan amalan, tetapi aku tidak tahu amalanku itu diterima atau tidak. Itulah yang membuatku sedih.”
Ramadan memang begitu istimewa. Keutamaan yang ada di dalamnya terasa begitu singkat bagi para perindu surga.
Betapa beruntungnya orang yang dalam kurun waktu satu bulan, bisa meraih rahmat Allah SWT di sepuluh hari pertama, mendapatkan ampunan-Nya di sepuluh hari kedua, dan dibebaskan dari api neraka pada sepuluh hari terakhir.
Keistimewaan semacam ini tidak akan pernah dijumpai di bulan-bulan yang lain. Oleh karena itu, Rasulullah SAW memperingatkan kita dengan bersabda:
"Seandainya umatku tahu keutamaan yang ada di bulan Ramadan, pasti mereka menginginkan setahun penuh itu bulan Ramadan. Sebab, di bulan itu Allah menebar kebaikan, doa dikabulkan, amalan diterima, dosa diampuni, dan dirindukan oleh surga."
Ramadan menjadi bulan yang selalu dirindukan. Sahabat dan al-salaf ak-shalih senantiasa berdoa dengan sungguh-sungguh selama enam bulan sebelumnya agar dipertemukan dengan Ramadan.
Sebagaimana mereka juga berdoa enam bulan sesudahnya agar seluruh amalan di bulan Ramadan diterima Allah SWT.
"Ya Allah, janganlah Kau jadikan bulan Ramadan ini sebagai Ramadan terakhir dalam hidupku. Jika Engkau menjadikannya Ramadhan terakhirku, maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi.”
"Ya Allah, janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai puasa terakhir dalam hidupku. Seandainya Engkau menetapkan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang dirahmati, bukan yang puasa hampa makna.”
Jabir ibn Abdillah RA. mengatakan, “Siapa yang membaca doa ini di malam terakhir Ramadan, ia akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan: menjumpai Ramadan mendatang atau pengampunan dan rahmat Allah SWT.”
Jika demikian, di akhir Ramadan ini, haruskah kita bersedih atau bergembira? Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., MA, dalam sebuah kesempatan mengatakan, “Apabila telah melihat hilal bulan Syawal, maka kita diperintahkan untuk iftar. Di situlah mulai kebahagiaan.