BANDARLAMPUNG - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandarlampung turut menyoroti kasus dugaan korupsi dana hibah Koni Lampung. Itu terkait kegiatan PON XX Papua Tahun 2020 dan telah ditetapkan dua tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Ketua Umum HMI Cabang Bandarlampung Mauldan Agusta Rifanda menilai kasus Koni Lampung ini banyak kejanggalan. Terutama pada persoalan penetapan Agus Nompitu sebagai tersangka oleh Kejati Lampung pada 27 Desember 2023 lalu.
Penetapan tersangka tersebut, tegasnya, terkesan tebang pilih. Karena menurutnya, Agus Nompitu yang saat itu menjabat Wakil Ketua Bidang Perencanaan Program dan Anggaran, Mobilisasi Sumber Daya dan Usaha bukanlah pengambil keputusan final dalam organisasi.
BACA JUGA:Santri Ponpes Darussalam Hampir Tiada
"Kita sebagai aktivis organisasi tentu paham bahwa pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi bukanlah oleh wakil ketua umum. Tetapi, ketua umum organisasi," ujar Mauldan melalui keterangan tertulisnya yang diterima Radar Lampung, Selasa (12/3) Maret 2024.
Menurutnya jika dasar penetapan tersangka Agus Nompitu adalah kerugian negara maka yang harus bertanggung jawab secara formil adalah ketua umum organisasi. ”Sebab, ketua umum organisasi yang memiliki wewenang lebih dalam keputusan yang diambil organisasi,” tandasnya.
Apalagi jika persoalannya anggaran, menurutnya maka yang harusnya juga bertanggung jawab adalah sekretaris dan bendahara karena tanda tangan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) melibatkan ketua umum dan sekretaris umum. "Juga yang mencairkan anggaran tersebut pasti melibatkan bendara umum. Ini kita lihat ketua umum, sekretaris, dan bendahara justru bisa melenggang bebas tidak ditetapkan sebagai tersangka," ucapnya.
BACA JUGA:Mendunia lewat Teknik Pasir Bertasbih
"Jika memang korupsi tersebut dilakukan secara berjamaah, maka seluruh pengurus Koni 2019-2023 harusnya juga ditetapkan tersangka," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, kata Mauldan, korupsi Dana Hibah Koni Lampung pada PON XX Papua tahun 2020 merugikan negara Rp2,57 miliar. Proses penyidikan kasus ini menurutnya terkesan lamban yang mengisyaratkan ada sesuatu yang sedang dikondisikan untuk mengkambinghitamkan seseorang yang tidak bersalah dalam kasus ini.
Mauldan pun menambahkan bahwa di tanah Bumi Lampung ini tidak boleh hukum digunakan untuk menghukum orang yang tidak bersalah. "Hukum tidak boleh dijadikan alat tukar untuk bertindak zalim kepada orang lain. Kami akan kawal proses hukum ini dan kami mendukung langkah Saudara Agus Nompitu mengambil langkah praperadilan terhadap kasusnya," tuturnya.
Dirinya juga berharap proses Saudara Agus Nompitu menggugat praperadilan Kejaksaan Tinggi Lampung yang sidang perdananya akan dilaksanakan Rabu (13/3) ini bisa berjalan sebagaimana mestinya dan bisa berjalan seadil-adilnya. Sehingga hukum tidak digunakan untuk menghukum orang yang tidak bersalah.
"Saudara Agus Nompitu ini sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung saja bisa dibeginikan. Bayangkan jika menimpa masyarakat biasa yang tidak bisa membela diri, sangat sedih tentu kita sebagai masyarakat dan aktivis jika persoalan seperti akan terus terjadi di tanah Lampung ini," ungkapnya.
Untuk itu, ia mengajak seluruh aktivis organisasi kepemudaan untuk menyoroti dan mengawal kasus ini bersama-sama. "Sekali lagi saya sampaikan, Kejaksaan Tinggi harus adil dalam kasus ini jika benar saudara Agus Nompitu terlibat apa alat bukti dan siapa saksi fakta dalam kasus ini harus kami pertanyakan," terangnya.
"Kami akan kawal proses ini sampai manapun. Jika ada ketidakadilan, diskriminatif, dan tebang pilih dalam kasus ini, kami akan mengambil langkah tegas. Akan kami laporkan ke Jaksa Agung RI, Jamwas, Komisi Kejaksaan, Komisi III DPR RI bahkan ke Presiden Republik Indonesia," tegasnya.(rls/pip/c1/rim)