Faizan mengaku, seniman harus memiliki ciri khas dalam setiap karya yang dia buat. Itulah mengapa proses pembelajaran yang ia jalani memakan waktu yang cukup lama.
"Dalam membuat karya, kita juga harus memiliki tekniknya sendiri. Dengan ciri khas yang berbeda," ungkapnya.
Sebab, lanjutnya, sebuah karya haruslah orisinil. Merupakan penemuan asli dari seniman itu sendiri.
Seperti kaligrafi Arab. Terdapat beberapa gaya baku yang tidak boleh digunakan untuk diakui sebagai karya seni miliknya. Seni kaligrafi Arab atau yang biasa disebut khat antara lain khat naskhi, khat farisi, khat tsuluts, khat diwani dan lainnya.
"Namun untuk seniman harus original penemuan si seniman. Nggak boleh dia niru. Harus punya gaya tulisan sendiri," ungkapnya.
Faizan mengaku sangat memperhatikan bahan pasir yang ia gunakan dalam membuat karya-karyanya. Faizan hanya menggunakan pasir pantai yang menurutnya masuk dalam kategori layak digunakan.
"Ada teknik memilih pasir, jadi ndak bisa asal ambil random karena banyak jenis yang tidak bisa dipakai," terangnya.
Pasir yang digunakan untuk melukis diambilnya dari pantai-pantai berbagai daerah di Indonesia. Itu dilakukan Faizan untuk mempertahankan keaslian warna pasir yang akan dituangkan ke dalam karyanya.
Pasir itu digambarkannya ke dalam kanvas. Sama seperti melukis pada umumnya. Hanya saja bahan cat diganti menggunakan pasir. "Kenapa harus mengumpulkan pasir-pasir? karena tidak diwarnai melainkan orisinil warna pasir itu sendiri," tegasnya.
Hingga kini, Faizan mengaku telah menciptakan lebih dari seribu karya seni lukis kaligrafi. Sebagian sudah terjual. Sebagian lagi tersimpan di galeri Akil Al-Akhyar Art miliknya di Jogja.
Karyanya sudah tersebar ke seluruh daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh hingga Papua termasuk pula Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Tak hanya itu, karya-karyanya juga banyak dibeli oleh orang dari luar negeri. Antara lain Malaysia, Rusia, China, Timur Tengah hingga Mesir.
Faizan mengklaim, seni lukis kaligrafi berbahan pasir murni karya miliknya. "Bahkan mungkin satu-satunya di dunia dan sudah saya daftarkan hak patennya," jelasnya.
Faizan bercerita, sekitar tahun 2003 dirinya berniat mendaftarkan hak paten tersebut. Pertama kali yang ia tawari adalah Pemerintah Provinsi Lampung. Namun taawaran itu tak mendapat sambutan yang baik.
"Walaupun saya sudah tinggal di Jogja tapi kan saya asli Lampung. Makanya pertama saya coba tawari Lampung untuk mendaftarkannya," ungkapnya.
Akhirnya Faizan beralih ke Pemerintah Yogyakarta. Tawaran itu langsung disetujui. Nama brandnya langsung didaftarkan. Brand yang didaftarkan bersama pemerintah Yogyakarta adalah Pasir Bertasbih.