“Apa yang saya sampaikan ini berdasarkan Buku Pedoman Eksekusi pada Pengadilan Negeri yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum pada Mahkamah Agung RI. Jika pihak PN Kotabumi tetap memaksakan diri, kami pastikan akan melakukan perlawanan hukum dengan mengadukan adanya dugaan pelanggaran kode etik kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan pihak-pihak terkait. Sangat mungkin akan kami bawa juga ke ranah pidana,“ kata dia.
Selain soal surat undangan, Agung juga menyatakan menolak konstatering dikarenakan dalam amar putusan dari PN Blambanganumpu Nomor: 08/Pdt.G/2014/PN. Bbu yang menjadi dasar pelaksanaan konstatering adalah Putusan yang Non Eksekutabel. Dimana dalam amar putusan itu terdapat kontradiksi antara Putusan Eksekusi, Penetapan Eksekusi dan Surat Undangan Konstatering (Pencocokan) dalam perkara a quo.
Mengutip amar putusan PN Blambangan Umpu Nomor: 08/Pdt.G/2014/PN. Bbu, disebutkan bahwa lokasi yang akan dicocokkan (konstatering) dalam proses eksekusi berada di Desa Kaliawi, Kecamatan Negarabatin, Waykanan dan tidak terletak di Desa Negara Tulangbawang, Kecamatan Bungamayang, Lampura.
“Kami juga menyatakan menolak konstatering ini karena dalam amar putusan PN Blambanganumpu Nomor: 08/Pdt.G/2014/PN. Bbu menyebut objek eksekusi yang akan dikonstatering terletak di wilayah Desa Kaliawi, Kecamatan Negarabatin, Waykanan. Namun, faktanya lokasi ini berada di Desa Negera Tulangbawang, Tanah Abang, dan Sukadanaudik, Kecamatan Bungamayang, Lampung Utara. Artinya, pihak PN Kotabumi dalam konteks ini salah lokasi karena melaksanakan eksekusi yang secara amar putusan terletak di Waykanan," kata dia.(rls/c1/nca)