BANDARLAMPUNG - Yusran Amirullah, warga Lampung Timur (Lamtim), bersikukuh melaporkan Musa Ahmad yang juga Bupati Lampung Tengah. Meskipun, Musa Ahmad sendiri melalui kuasa hukumnya, Sopian Sitepu, telah membantah semua tuduhannya. Yaitu mengenai pinjaman uang sebesar Rp2 miliar dari Yusran.
Musa berdalih uang Rp2 miliar tersebut milik pihak ketiga yang diberikan kepadanya. Itu merupakan bantuan atau konsolidasi dan biaya kampanye politik, tetapi kuitansi dibuat atas nama Yusran Amirullah. Sehingga, pihak Musa pun perlu mencari kebenaran dan maksud kuitansi tersebut secara detail.
Menanggapinya, pihak Yusran melalui kuasa hukumnya, Gunawan Parikesit, menjelaskan bahwa kliennya tetap melaporkan masalah tersebut ke Polda Lampung. ’’Ya, kalau tidak ada halangan, insya Allah Senin atau Selasa kita bawa dan kembali laporkan ke Polda Lampung dan gugatan perdatanya,” ujar dia, Minggu (14/1).
Gunawan mengatakan bahwa sesungguhnya sudah terbukti tindakan jahatnya ada sejak penerima uang dan tidak mengakui ada uang yang diserahkan. ’’Dan di situlah mulai muncul kejahatannya. Perlu dan sangat penting dipahami bahwa kejahatan terjadi sejak dia (Musa) tidak bersedia mengembalikan dana. Bukan dari sejak dia menerima dana, karena di situlah terjadi penggelapannya,” tandasnya.
BACA JUGA:Waspada Kasus Ganjal Mesin ATM!
Menurutnya perlu ditekankan bahwa penggelapan terjadi sejak dia tidak mau mengembalikan dana titipan. ’’Kapan itu? Ya sejak dia nyatakan tidak ada dana yang diterima dari Pak Yusran, bukan sejak dia menerima dananya,” tegasnya.
Ketika Musa menerima dana dan membubuhkan kuitansi tanda terima bukan suatu kejahatan dan mens rea belum terjadi. “Mens rea muncul sejak dia menyatakan tidak mau memgembalikan dananya, dengan alasan apa pun itu. MA (Musa Ahmad) harus juga bisa membuktikan bahwa dana itu tidak pernah diterima. Karena pihak kami sudah bisa membuktikan bahwa dana itu diterimanya,” ungkapnya.
Pihak Yusran pun menilai kalau Musa bersikukuh bahwa kuitansi itu tidak asli, silakan beri bukti tanda terima atau tanda memberi darinya bahwa dana itu dari pihak ketiga. ’’Hal yang perlu kita perhatikan dan menjadi poin penting adalah adanya pengakuan tentang Rp2 miliar yang diterimanya. Namun, dia tidak mau mengembalikan karena katanya itu bukan uang Pak Yusran. Dan di situlah kejahatan terjadi sehingga kedaluwarsa bisa dihitung dari saat tersebut,” katanya.
’’Kita bukan ingin melaporkan dan atau mengadukan dia menerima dana, tetapi tidak mengakui menerima dananya, karena itulah kejahatannya,” tambahnya.
BACA JUGA:Kunjungan ke Lampung, Anies Baswedan Bakal Prioritaskan Penyelesaian Konflik Agraria
Lebih lanjut, Gunawan menjawab pernyataan Sopian Sitepu tentang UU ITE. “Bagaimana mungkin klien kami bisa dijerat UU ITE karena yang mem-publish adalah wartawan. Sedangkan, UU ITE Pasal 27 ayat (3) jelas memberikan perlindungan bagi kinerja jurnalistik,” ujarnya.
Gunawan pun memaparkan sesuai UU Nomor 40/1999 tentang Pers terdapat perlindungan karenanya. “Berdasarkan uji materiil terhadap Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang kemudian terbit amar putusan MK No.50 PUU-VI/2008, maka permohonan penghinaan yang dilakukan dalam kinerja jurnalistik ditolak,” ujar Gunawan yang juga pernah menjadi praktisi pers ini.
Kemudian kesimpulan Mahkamah tentang Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) No.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, apa yang diterbitkan sebagai sebuah berita yang dilindungi UU pers merupakan perbuatan konstitusional.
“Karenanya apa yang sudah ter-publish dalam pemberitaan tentang kasus penggelapan Rp2 miliar berkaitan dengan pejabat bupati di Lampung, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, hak asasi manusia, dan nilai-nilai demokrasi,” ungkapnya.
Perihal ini juga diperkuat Putusan MK No.1/PUU-XII/2015 yang menambahkan terkait Cyberspace. Berdasarkan perundangannya, pembatasan yang diatur misalnya diseminasi konten pornografi, perjudian, dan kontent SARA, berita bohong yang menimbulkan kerugian masyarakat.