Staf Presiden Turun, HGU PT BNIL Ditinjau

Kamis 21 Aug 2025 - 21:07 WIB
Reporter : Muhammad Zainal Arifin
Editor : Widisandika Budiman

TULANGBAWANG – Konflik agraria di Tulangbawang kembali terjadi. Kali ini, masyarakat adat Marga Tegamoan di Kampung Banjaragung, Kecamatan Banjaragung, menolak rencana perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) yang akan habis November 2025. 

Mereka mendesak pemerintah pusat turun tangan sebelum perusahaan kembali mengantongi izin. Warga menuding PT BNIL telah mencaplok 700 hektare tanah ulayat milik Marga Tegamoan sejak puluhan tahun lalu. Tragisnya, hingga kini tanah adat tersebut tidak pernah dikembalikan, bahkan masyarakat tak pernah menerima kompensasi sepeser pun.

BACA JUGA:BBM Subsidi Kosong, Pengawasan Pertamina Dipertanyakan

’’Kami meminta perpanjangan HGU PT BNIL ditinjau ulang. Jangan sampai negara melegalkan pelanggaran atas tanah adat kami,” tegas Ahmad Jauhari A.S. Gelar Suttan Sembah Agung, tokoh adat Marga Tegamoan, Kamis (21/8).

Senada dengan itu, tokoh masyarakat setempat Supeno mengenang bagaimana warga dulu diusir dari tanah perkampungan yang telah mereka bangun di atas lahan 700 hektare tersebut. 

’’Kami terusir, tanah adat kami dikuasai, lalu masuk HGU PT BNIL. Sampai sekarang tidak ada penyelesaian,” ujarnya getir.

Persoalan ini rupanya sampai telinga Presiden Prabowo Subianto. Melalui Kantor Staf Presiden (KSP), pemerintah pusat mengirim dua staf Kedeputian II, Sukriansyah Latief dan Herbert Marpaung, untuk turun langsung ke Tuba.

Kehadiran tim KSP meninjau permasalahan agraria ini masuk kategori isu strategis nasional. Dalam kunjungannya, KSP melakukan verifikasi lapangan, menghimpun data faktual, sekaligus mendengar langsung aspirasi masyarakat adat.

’’Masalah ini akan kami pelajari lebih lanjut. Semua data akan kami kumpulkan untuk dilaporkan langsung kepada presiden,” kata Sukriansyah, salah satu staf KSP, di hadapan tokoh adat dan perwakilan Pemkab Tuba.

Di Pemkab Tuba, tim KSP diterima Wakil Bupati Hankam Hasan bersama sejumlah pejabat terkait. Warga adat menilai persoalan ini kian pelik karena selama puluhan tahun tidak pernah ada penyelesaian. Mereka bahkan menuding ada unsur pembiaran dari pihak-pihak tertentu, sehingga PT BNIL bisa mulus menguasai tanah adat tanpa guncangan hukum.

’’Kalau negara hadir, maka jangan berpihak pada perusahaan. Kami hanya menuntut tanah kami dikembalikan,” tandas Jauhari.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari perwakilan PT BNIL di Kabupaten Tuba. (nal/c1/yud)

 

Tags :
Kategori :

Terkait