JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan. Yaitu sebanyak 1.155 rekening tidak aktif atau dormant di sejumlah bank, dengan total saldo fantastis, yakni mencapai Rp1,15 triliun.
Dana tersebut diduga kuat berkaitan dengan berbagai tindak pidana berat, mulai korupsi hingga judi online.
Pengungkapan ini disampaikan langsung oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana usai melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (6/8).
BACA JUGA:Bantuan Alsintan untuk Maksimalkan Produktivitas Petani
Dalam keterangannya kepada awak media, Ivan menjelaskan bahwa penutupan rekening dormant bukan tindakan sewenang-wenang, melainkan bagian dari upaya perlindungan negara terhadap potensi kejahatan keuangan yang laten dan mengakar.
“Ada tindak pidana korupsi, perjudian, penggelapan, penipuan, pencucian uang, narkotika, perpajakan, terorisme, perbankan, perdagangan orang, penyuapan ini semua terindikasi dalam 1.155 rekening dormant,” kata Ivan saat konferensi pers di kantor PPATK.
PPATK mencatat, dari total saldo rekening dormant yang terindikasi tindak pidana, korupsi menjadi yang terbesar dengan nilai mencapai Rp548,2 miliar dari 280 rekening.
Disusul praktik perjudian, terutama judi online, dengan total saldo Rp540,6 miliar dari 517 rekening.
Selain itu, tindak pidana penggelapan tercatat menyumbang saldo sebesar Rp31,31 miliar dari 16 rekening, sedangkan penipuan dan/atau penggelapan menyumbang Rp12,88 miliar dari 3 rekening.
Tak kalah penting, tindak pidana pencucian uang (TPPU) ditemukan pada 67 rekening dengan total saldo Rp7,29 miliar.
Mayoritas rekening yang terdeteksi telah tidak aktif lebih dari lima tahun. Menurut Ivan, informasi terkait rekening-rekening tersebut diperoleh dari sistem pelaporan bank yang rutin diawasi oleh PPATK.
Menanggapi sejumlah pihak yang menuding tindakan PPATK sebagai bentuk perampasan atau penyitaan sepihak, Ivan dengan tegas menepis anggapan tersebut.
Ia menegaskan bahwa kebijakan menutup rekening dormant sudah menjadi praktik umum dalam sistem perbankan global dan dilakukan sebagai langkah perlindungan terhadap sistem keuangan negara.
“Ini bukan perampasan. Ini langkah normal dan legal dalam sistem keuangan internasional. Bank wajib mengenal nasabahnya. Kalau ada rekening tidak aktif lebih dari lima tahun dan terindikasi pidana, maka negara berhak bertindak,” ujar Ivan.
Dalam analisis sebelumnya, PPATK juga menemukan adanya dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp2,1 triliun yang mengendap di sejumlah rekening dormant. Dana tersebut kini sedang dalam proses hukum agar dapat ditarik kembali ke kas negara.