Peningkatan ini juga terjadi di 10 kabupaten/kota, dengan lonjakan tertinggi mencapai 8,5 persen. Sementara itu, lima kabupaten mencatatkan penurunan, yakni Waykanan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Lampung Barat. Kabupaten Waykanan menjadi yang tertinggi dalam penurunan, yaitu 8,8 persen.
Berdasarkan data ini, Bappenas menetapkan target prevalensi stunting Provinsi Lampung sebesar 13,2 persen pada tahun 2025 dan 3,8 persen pada tahun 2045.
’’Tantangan kita ke depan semakin berat. Tak bisa lagi dengan pola kerja biasa (business as usual), harus ada langkah konkret yang menyentuh langsung masyarakat, terutama anak-anak,” tegas Jihan.
Jihan menjelaskan bahwa peningkatan stunting di daerah disebabkan oleh lemahnya tata kelola, minimnya anggaran, kurangnya komitmen lintas sektor, serta terbatasnya data dan integrasi program.
Berbagai intervensi spesifik seperti pemberian ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), pemantauan tumbuh kembang, layanan gizi ibu hamil, hingga MP-ASI, dinilai belum berjalan optimal.
Sementara itu, intervensi sensitif seperti akses air minum dan sanitasi layak (Wash) serta pemberdayaan keluarga seperti program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) juga perlu ditingkatkan penerapannya.
Tahun 2024 merupakan tahun terakhir implementasi strategi nasional penurunan stunting berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021, yang mengandalkan 5 pilar dan 8 aksi konvergensi. Ke depan, strategi akan bergeser ke model Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting (PPPS) dengan 6 pilar baru, sebagaimana tercantum dalam draft revisi Perpres tersebut.
Merujuk pada Surat Edaran Kemendagri Nomor 400.5.7/1685/Bangda tanggal 17 Maret 2025, pemerintah provinsi tetap diminta untuk melaksanakan penilaian kinerja 8 aksi konvergensi tahun 2024 sesuai dengan petunjuk teknis yang berlaku.
“Penilaian ini bukanlah kompetisi, melainkan ajang untuk berbagi strategi, meningkatkan motivasi, dan memperkuat kolaborasi antar daerah dalam upaya menurunkan stunting,” tutup Jihan. (pip/c1/abd)