// Tetapkan Harga dan Mutu Singkong Secara Nasional
Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat segera menetapkan standar harga, kadar aci, dan potongan (rafaksi) singkong secara nasional. Desakan ini muncul menyusul terus turunnya harga singkong di tingkat petani.
Sebelumnya, pada 31 Januari 2025, petani dan pelaku industri tapioka sempat menyepakati harga Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15%. Namun sejak awal April 2025, harga singkong anjlok menjadi sekitar Rp1.100 per kg dengan potongan yang meningkat hingga 30%.
“Di lapangan ada dua persoalan utama yang tidak bisa diselesaikan di tingkat provinsi karena kewenangannya ada di kementerian. Jika masalah ini tidak diatur secara nasional, maka pabrik dan petani tidak akan pernah mencapai kesepakatan,” ujar Ketua Pansus Tata Niaga Singkong, Mikdar Ilyas, dalam rapat terbatas via Zoom, Selasa (29/4/2025).
Rapat tersebut dihadiri perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, dan Badan Ketahanan Pangan Nasional. Pemprov Lampung berharap hasil konkret dari pertemuan ini dapat segera ditetapkan dalam dua hingga tiga hari ke depan.
Mikdar menjelaskan bahwa perbedaan kadar aci yang diinginkan petani dan industri menjadi titik persoalan. “Petani menginginkan harga Rp1.350 dengan kadar aci 20% dan potongan 15%. Sedangkan pabrik meminta kadar aci 24% untuk harga yang sama dan potongan juga 15%,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika tidak ada ketetapan harga dan mutu secara nasional, pabrik-pabrik di Lampung bisa terpaksa tutup karena tidak mampu bersaing dengan produk tapioka dari provinsi lain dan impor.
BACA JUGA:Bayi Terlantar Ditemukan Warga, Bunda Eva: Semoga Tumbuh Jadi Anak yang Kuat
Sementara itu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh bupati dan wali kota se-Lampung untuk mempercepat hilirisasi komoditas strategis, termasuk singkong. Rapat koordinasi tersebut digelar di Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, pada 16 April 2025.
“Kami konsisten memperkuat hilirisasi produk singkong agar memiliki nilai tambah lebih tinggi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing industri lokal,” ujar Gubernur Rahmat.
Ia menekankan bahwa program hilirisasi ini juga menjadi bagian dari dukungan Pemprov Lampung terhadap visi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, terutama poin kelima tentang hilirisasi berbasis sumber daya alam.
“Selama ini singkong hanya diolah menjadi tapioka. Padahal, singkong bisa diolah lebih jauh, bahkan menjadi bahan bakar nabati untuk mendukung kemandirian energi nasional,” katanya.
Dengan produksi mencapai 6,7 juta ton, Lampung menjadi produsen ubi kayu terbesar di Indonesia, menyumbang sekitar 39% dari total produksi nasional. Kabupaten Lampung Tengah tercatat sebagai daerah dengan panen terbesar, mencapai 77.038 hektare.
“Kami berharap pemerintah pusat segera membuat kebijakan yang adil dan seragam. Singkong bukan hanya komoditas pangan, tapi juga menyangkut keberlangsungan ekonomi jutaan petani Lampung,” pungkas Gubernur.