Pasca dilantik sebagai presiden menggantikan Joko Widodo, pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto menggaungkan kebijakan ekonominya yang dikenal dengan prabowonomics.
Secara fundamental, gagasan transformasi ekonomi itu tidak berbeda dengan abenomics yang memfokuskan pembangunan ekonomi berkarakteristik berbasis pada aspek competitive advantage negara yang bersangkutan, yaitu pada transformasi ekonomi ke arah penguatan industri manufaktur dan hi-tech.
Dengan demikian, prabowonomics berorientasi pada penguatan kedaulatan pangan, energi, dan peningkatan daya saing industri nasional sebagaimana yang tertuang di dalam Astacita Prabowo-Gibran.
Prabowonomics adalah konsep ekonomi yang didasarkan pada filosofi ekonomi Pancasila. Dalam pandangan Prabowo, sistem ekonomi yang ideal adalah kombinasi antara ekonomi terencana (planned economy) dan elemen-elemen positif dari ekonomi liberal.
Pendekatan itu dapat dilihat dalam kebijakan-kebijakan awal yang dirancang Prabowo seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang didanai dengan pemangkasan anggaran di sektor lain.
Melalui kebijakan itu, sekaligus ditargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan fokus pada investasi yang akseleratif, memacu ekspor, serta pengembangan sektor-sektor strategis seperti pertanian, manufaktur, dan teknologi melalui hilirisasi, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), serta penguatan sektor industri substitusi impor.
Kondisi geopolitik global, perubahan iklim, ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang AS versus Tiongkok, ancaman pandemi baru, disrupsi kecerdasan buatan, dan beberapa faktor eksternal lainnya akan menjadi tantangan terciptanya kemandirian ekonomi di segala sektor.
Sebenarnya, konsep prabowonomics itu mengingatkan pada rekam jejak kebijakan Begawan Ekonomi Prof Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahanda Presiden Prabowo yang merupakan sosok ekonom yang pernah memainkan penting besar dalam perjalanan ekonomi Indonesia, mulai Orde Lama pada era Presiden Soekarno hingga pada awal Orde Baru masa Presiden Soeharto.