Untuk itu, Tim Satgas harus melakukan inventarisasi secara cermat karena lahan sawit yang masuk kawasan hutan terpencar di berbagai wilayah di Tanah Air. Konsultasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan wajib dilakukan untuk memastikan transparansi dan menghindari konflik sosial. Masyarakat setempat dan pihak terkait diberi kesempatan untuk memberikan masukan atau keberatan terkait penetapan kawasan hutan.
Setelah penataan batas dan konsultasi publik, pemerintah menetapkan kawasan hutan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mencakup batas-batas kawasan hutan dan fungsi kawasan hutan yaitu hutan lindung, hutan konservasi, atau hutan produksi.
Yanto sepakat dengan semangat munculnya Perpres No 5 tahun 2025 yang secara filosofis berniat bagus untuk menertibkan kawasan hutan. Karena kalau tidak diterbitkan dikhawatirkan ke depan akan menjadi pelajaran yang kurang baik. Hanya saja, regulasi yang ada di dalam Undang-Undang Cipta Kerja sebenarnya sudah bagus karena sudah berisi adanya sanksi denda.
"Ini kan tiba-tiba muncul Perpres No 5 dikatakan akan diambil alih. Jadi menurut saya solusinya untuk menengahi ini di Perpres ini tidak perlu disebutkan hukumannya. Karena sudah terang benderang tertuang dalam UU Cipta Kerja. Undang-undang kan statusnya lebih tinggi dari Perpres. Kalau pemerintah memang arif dan bijaksana, jalan tengahnya begitu," paparnya. Penetapan sanksi di UU Cipta Kerja sudah dijelaskan khususnya di Pasal 110A dan 110B.
Dia melihat kelemahan Perpres ini adalah adanya pasal-pasal hukuman dan denda. Selain sudah tercakup dalam UU Cipta Kerja, adanya sanksi pengambilalihan lahan sawit yang masuk kawasan hutan oleh negara dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang kurang baik.
"Dengan kata-kata dikuasai kembali oleh negara. Pertanyaannya sekarang, siapakah organ negara yang mau mengerjakannya? BUMN? Ini lahannya sangat luas, 3,3 juta hektare. Saya khawatir hasilnya belum tentu lebih baik," ungkapnya. Selama ini banyak tanah hutan dicabut izinnya menjadi terlantar karena tidak diurus dengan baik.
Jika memang perpres diterapkan, dia mengusulkan pemerintah mengambil jalan yang lebih moderat dan bijaksana. Apalagi, saat ini kondisi perekonomian belum pulih. Untuk kebun sawit yang tidak memiliki izin sama sekali, wajar jika diberi sanksi denda namun tetap dilakukan secara transisional. "Win win solution. Intinya jangan sampai ada gembar-gembor seperti perpres, (lahan sawit) langsung dikuasai negara," paparnya.
Karena ada sejumlah dampak yang akan muncul. Pertama, akan terjadi kegaduhan atau gonjang ganjing tentang keberlanjutan industri sawit. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan program Biodiesel-40 (B-40) mulai 2025 ini. Dia khawatir target B-40 tersebut tidak akan tercapai karena kekurangan bahan baku minyak sawit. Belum lagi potensi terjadinya penurunan performa industri sawit secara nasional jika benar-benar lahan sawit yang masuk kawasan hutan langsung diambil alih negara. "Apa pemerintah berani menangani potensi penurunan ini (industri sawit) hanya demi gengsi tegas tuntas," paparnya.