Kontrol ke Pengecer Sulit Dilakukan
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memperkirakan subsidi liquified petroleum gas (LPG) 3 kg atau gas melon bisa tidak tepat sasaran. Bahkan, kerugian yang timbul diprediksi nilainya besar.
Bahlil menjelaskan negara selama ini telah menyubsidi tiga kebutuhan energi untuk rakyat Indonesia, yaitu BBM, listrik, dan LPG. Untuk LPG sendiri, dalam satu tahun subsidinya senilai Rp87 triliun.
"Perintah Presiden Prabowo ke semua orang di kabinet adalah memastikan uang negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat. Penggunaannya harus tepat sasaran sampai ke rakyat. Apalagi, LPG ini menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Bahlil, Minggu (9/2).
Bahlil bercerita, pada awal menjabat sebagai menteri, ia mendapat sejumlah laporan dari aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa program subsidi ini rentan menimbulkan kerugian. Untuk menghindarinya, perlu dilakukan penataan distribusi dan harga yang lebih jelas.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, dengan subsidi yang diberikan oleh negara sebesar Rp36.000, harga gas melon per tabung itu menjadi Rp12.000. Dengan harga awal tersebut, Pertamina membawa gas melon ke agen dengan harga Rp12.750. Selanjutnya dari agen ke pangkalan, harga per tabung seharusnya maksimal hanya Rp15.000. Selama ini, pemerintah bisa memantau langsung proses distribusi dari agen ke pangkalan karena memang terlacak oleh aplikasi. Artinya, sudah tertata dengan baik oleh sistem.
"Nah, dari pangkalan ke pengecer ini yang nggak ada sistem, nggak ada aplikasi yang bisa memantau. Yang terjadi, seharusnya rakyat maksimal membeli satu tabung seharga Rp18.000-Rp19.000. Fakta di lapangan, ada yang beli sampai Rp25.000 atau Rp30.000," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan, ada tiga titik celah untuk oknum bisa melakukan cawe-cawe permainan gas LPG. Salah satunya dengan penentuan harga dari pangkalan ke pengecer yang tidak terpantau.