Pula, Amen menyoroti pentingnya fungsi prefrontal cortex, yang bertanggung jawab atas pengendalian diri dan pengambilan keputusan. Disfungsi di area ini sering ditemukan pada individu dengan perilaku antisosial atau impulsif.
Ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin mempengaruhi kontrol impuls dan empati, memperbesar risiko tindakan jahat. Dengan pemahaman ini, Amen menegaskan bahwa intervensi melalui perubahan gaya hidup, nutrisi, dan latihan otak dapat membantu memperbaiki fungsi otak dan mengurangi kecenderungan perilaku destruktif.
Memperkaya wacana ini dengan sudut pandang religius, dalam tradisi Kristiani misalnya, mendaraskan tawaran pemahamannya pada Kitab Suci dan melihat akar perbuatan jahat terletak pada natur manusia yang telah rusak sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa.
Sehingga, manusia memiliki kecenderungan bawaan berbuat jahat ("sinful nature") akibat kerusakan total ("total depravity") yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, termasuk pikiran, hasrat, dan perasaannya. John Owen dalam Of the Mortification of Sin in Believers (1656) menyatakan, "Be killing sin, or it will be killing you," bahwa dosa akan terus berusaha menguasai manusia jika tidak dilawan melalui disiplin rohani dan kesadaran moral.
Meski demikian, manusia tetap memiliki tanggung jawab penuh atas tindakan dosa yang dilakukannya. Maka, transformasi moral melalui rahmat Tuhan dan usaha terus-menerus melawan keinginan berdosa dipandang sebagai jalan untuk memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan dan tatanan moral yang rusak.
Dari uraian tersebut, akar perbuatan jahat menunjukkan bahwa kejahatan tidak memiliki satu sebab tunggal, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara faktor internal dan eksternal. Berbagai pandangan menawarkan penjelasan, tapi yang lebih penting adalah bagaimana manusia mampu merespons dan menundukkan dorongan jahat melalui kesadaran etis.
Jika naluri egois, tekanan sosial, atau gangguan psikologis dapat mendorong seseorang pada kejahatan, maka tanggung jawab moral menuntut adanya kesadaran yang terjaga untuk mengatasi semua itu. Di sini, pendidikan moral menjadi esensial, karena tanpa kesadaran akan tanggung jawab pribadi, seseorang mudah terjebak dalam pola pikir yang memisahkan tindakan dari nilai-nilai.
Dengan demikian, manusia tidak hanya perlu mengenali sumber kejahatan dalam dirinya, tetapi juga memperjuangkan kehidupan beretika yang selaras dengan prinsip kebaikan bersama.