BANDARLAMPUNG - Kapolda Lampung Irjen Helmi Santika menyebut telah menetapkan satu aparatur sipil negara (ASN) sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) Bendungan Margatiga, Lampung Timur. Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Lampung, Selasa (5/12).
RDP tersebut dipimpin Ketua Komisi I DPRD Lampung Budiman A.S. serta dihadiri anggota seperti I Made Suarjaya, Ketut Rameo, dan Mardani Umar. Kemudian Kapolda Lampung Irjen Helmi Santika beserta jajaran dan unsur lainnya.
Namun, Kapolda tidak menyebutkan identitas ASN yang sudah menjadi tersangka tersebut. Baik itu dalam RDP maupun saat ditanya wartawan usai RDP. Kapolda mengarahkan agar meminta statement kepada Dirreskrimsus Polda Lampung Kombes Donny Arif Praptomo.
Demikian juga dengan Kombes Donny, hanya membenarkan sudah ditetapkannya seorang ASN sebagai tersangka, tetapi enggan membeber siapa ASN dimaksud. Juga apakah bakal ada tersangka lainnya. ’’Nanti ya, kita tunggu saja,” katanya.
Ditambahkan bahwa pihaknya telah melakukan penundaan pencairan uang ganti rugi (UGR) lahan terhadap 48 pemilik dari 256 bidang di Bendungan Margatiga tersebut. Totalnya senilai Rp9,3 miliar.
Sementara, Ketua Komisi I Budiman A.S. mengapresiasi upaya Polda Lampung di bawah kepemimpinan Irjen Helmy Santika untuk memproses penyelesaian kasus Bendungan Margatiga. Pihaknya pun mendukung penyelesaian kasus ini agar uang ganti rugi bisa dilakukan dengan catatan tanpa adanya persoalan.
’’Sebab, Pak Presiden juga belum meresmikan lantaran adanya persoalan ini. Jadi kita mendukung penyelesaiannya. Dalam waktu dekat juga kita RDP dengan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Lampung membeber uang hasil sitaannya senilai Rp9,3 miliar dari tindak pidana korupsi Bendungan Margatiga. Namun demikian, satu pun tersangkanya belum ada. Kenapa?
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadillah menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi Bendungan Margatiga ini berawal pada 10 Januari 2020. Pada tanggal itu ditetapkanlah lokasi pembangunan Bendungan Margatiga di Lamtim yang merupakan proyek strategis nasional tersebut.
Dalam proses penetapan Bendungan Margatiga itu kemudian terdapat mark up atau fiktif dan penanaman. ’’Pembangunannya dilakukan setelah penetapan lokasi atas tanam tumbuh, bangunan, kolam dan ikan di 226 bidang tanah pemilik bidang yang dilakukan oleh Tim Satgas B dan oknum penitip tanam tumbuh, bangunan, kolam dan ikan pada tahun 2020,” jelasnya dalam ekspose di Mapolda Lampung, Senin (27/11).
Selanjutnya dilakukan audit oleh auditor BPKP perwakilan Lampung dengan hasil audit tujuan tertentu. Audit ini dilakukan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan Pengadaan Tanah Genangan Bendungan Margatiga di Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lamtim, Tahun 2022 atas 226 bidang yang sudah dan yang akan dilakukan pembayaran ganti kerugian.
’’Namun ada 48 pemilik bidang yang di-pending pembayarannya di Bank BRI Kantor Cabang Metro sebesar Rp9.352.244.932,00 dari 48 rekening pemilik bidang,” jelasnya.
Penyitaan itu dilakukan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah genangan atas tanam tumbuh dan tegakan pada bendungan Margatiga di Desa Trimulyo, Sekampung, yang terdapat mark up atau fiktif dan penanaman setelah penetapan lokasi dengan jumlah selisih pembayaran ganti kerugian yang dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp43.411.095.236. Sehingga pada kemarin menurutnya dilakukan penyitaan terhadap barang bukti uang tersebut.
”Barang bukti yang disita Rp9.352.244.932 dari Bank BRI Kantor Cabang Metro. Ini merupakan barang bukti uang korupsi dari penggantian ganti rugi bidang lahan yang terdampak genangan,” katanya.
Modus operandi yang dilakukan dalam perkara ini, bebernya, melakukan fiktif tanam tumbuh, bangunan dan kolam, penanaman setelah penlok, markup data tanam tumbuh pada saat sanggah dan terdapat sanggah fiktif. ’’Markup ini dilakukan saat perbaikan setelah adanya temuan KJPP,” katanya.