Pada 2023, alokasi biodiesel sebanyak 13,14 juta kiloliter atau meningkat sekitar 19 persen dibandingkan alokasi tahun lalu yang hanya sebesar 11,02 juta kiloliter.
Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai semangat B40 menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan BBM. Khususnya mengurangi BBM impor. Itu sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk swasembada energi.
”Dasarnya karena BBM impor kita semakin tinggi dari tahun ke tahun. Produksi minyak dalam negeri turun, sementara kebutuhan naik. Untuk minyak diesel itu sudah enggak terlalu besar sebenarnya,” kata Fabby.
Nah, minyak sawit alias crude palm oil (CPO) dipakai untuk berbagai kebutuhan. Seperti industri, pangan, hingga kosmetik. Tidak hanya sebagai bahan bakar.
Kebutuhan tersebut meningkat setiap tahunnya. Sementara melihat produksi CPO dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Dengan kisaran volume 45-47 juta ton per tahun.
Fabby menyatakan, menilik peningkatan B30 menjadi B35 membutuhkan penambahan CPO sebanyak 4-5 juta ton per tahun. Sedangkan, untuk B35 ke B40 perkiraannya ada kebutuhan 5-6 juta ton CPO tambahan per tahun.
”Kenaikan dari penggunaan untuk bahan bakar nabati tidak sebanding dengan kenaikan produksi CPO. Padahal kebutuhan dalam negeri juga kebutuhan yang non-bahan bakar juga meningkat untuk industri petrokimia, untuk minyak goreng, dan lain sebagainya juga meningkat,” ujar Fabby Tumiwa.
Di sisi lain, biaya produksi bahan bakar nabati tidak murah. Pembuatan biodiesel B40 masih menggunakan minyak yang harganya fluktuatif. Yang kegunaannya hanya sebagai bahan bakar. Sementara CPO lebih banyak bisa diolah dengan nilai tambah yang lebih variatif. Apalagi, produksi B40 mendapat subsidi dari pemerintah.