Oleh: Rustinsyah*
SALAH satu program Asta Cita Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran adalah memantapkan sistem pertahanan-keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada. Mulai swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, hingga ekonomi biru.
Salah satu program penting adalah swasembada pangan. Pada 1985-an, Indonesia pernah mencapai swasembada pangan sehingga mendapatkan penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization) yang merupakan salah satu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada persoalan pangan dunia. Untuk itu, pada 3–4 tahun ke depan pemerintah berusaha mencapai swasembada pangan.
Swasembada pangan sering kali diidentikkan dengan swasembada beras. Kemungkinan karena makanan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Menurut Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, bahwa penduduk Indonesia semester satu 2024 berjumlah 282.477.584 jiwa. Indonesia termasuk 10 negara konsumsi beras terbesar di dunia dan merupakan negara konsumsi urutan empat dengan total konsumsi beras 35,3 juta ton/tahun.
Menurut data Statistik di Indonesia. Kondisi ketersediaan beras di Indonesia mengalami fluktuasi. Contoh, 1) pada tahun 2023, luas panen padi diperkirakan sebesar 10,20 juta hektare dengan produksi padi sekitar 53,63 juta ton gabah kering giling (GKG).
Pada 2022, produksi padi sebesar 54,75 juta ton GKG. Sedangkan konsumsi beras sebesar sebesar 30,90 juta ton.
Pada tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional di Indonesia berpotensi mengalami penurunan sebanyak 2,43 persen. BPS mencatat angka produksi tahun 2024 mencapai 30,34 juta ton atau turun 760.000 ton dibanding tahun lalu yang mencapai 31,10 juta ton. Produksi beras pada konsumsi pangan penduduk pada tahun 2024 mencapai 30,34 juta ton.
Menurut Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas, pada 2024, untuk menjaga ketersediaan beras maka ada rencana impor Januari sampai Desember 2024 sebanyak sekitar 2,4 juta, sehingga total ketersediaan kita 41,6 juta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras yang masuk Indonesia masih tinggi hingga Mei 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, impor beras ke Indonesia meningkat 165,27%, dengan volume 2,26 juta ton atau senilai USD 1,44miliar.
Pemerintah berkeinginan mewujudkan swasembada pangan dalam empat tahun mendatang dan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia dengan cara mencetak sawah. Program food estate masih menghadapi kendala antara lain a) Program food estate di Kalimantan Tengah sejak era Orde Baru hingga 2023 pun mangkrak.
Bahkan beberapa titik lahan yang mangkrak kini menjadi perkebunan sawit; b) Terjadinya Bencana asap dan banjir menahun; c) Hutan pangan menghilang sehingga dapat menimbulkan kemiskinan baru; d) Program food estate biasanya memerlukan dana yang cukup besar; dan persoalan lain yang menunjang produksi beras kadang tidak mudah diprediksi seperti adanya bencana alam seperti banjir, kekeringan, hama penyakit dan lain-lain.
Salah satu kunci tercapainya swasembada pangan adalah masalah irigasi pertanian. Menurut catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melaporkan bahwa 46 persen dari infrastruktur irigasi di Indonesia cukup rusak bahkan rusak berat. Akibatnya, itu memengaruhi produksi padi dan komoditas utama lainnya serta mengancam ketahanan pangan negeri ini.
Pada saat ini pola curah hujan tidak lagi konsisten, meningkatnya suhu yang dapat memengaruhi ketersediaan air untuk budi daya tanaman. Perubahan pola cuaca, iklim berisiko terhadap terjadi kekeringan maupun banjir di beberapa daerah di Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang memiliki sungai sungai besar berpotensi memberdayakan sumber daya air sungai untuk mencukupi kebutuhan irigasi pertanian. Ada sepuluh sungai besar antara lain.
Sungai Kapuas, dengan panjang 1.086 kilometer, merupakan sungai terpanjang yang terletak di Kalimantan Barat. Sungai Mahakam, dengan panjang 920 kilometer dan terletak di Provinsi Kalimantan Timur.