Lampung–Bengkulu Tanda Tangani MoU Pengembangan Daerah dan Pelayanan Publik
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan menandatangani MoU pengembangan potensi daerah. -FOTO BIRO ADPIM -
BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan Pemprov Bengkulu resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pengembangan potensi daerah dan peningkatan pelayanan publik pada Kamis (27/11).
Penandatanganan yang berlangsung di ruang rapat utama kantor Gubernur Lampung itu dilakukan langsung oleh Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bersama Gubernur Bengkulu Helmi Hasan. MoU ini menandai penguatan sinergi kedua provinsi dengan menempatkan tiga pilar utama sebagai fokus kerja sama, yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), kemandirian pangan dan ekonomi inklusif, serta hilirisasi komoditas unggulan.
Gubernur Mirza menegaskan bahwa kerja sama ini menjadi momentum bersejarah untuk mempererat kolaborasi dua daerah yang memiliki akar sejarah yang sama di wilayah Sumatera bagian selatan. Ia menekankan bahwa sinergi ini diarahkan untuk menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara berkelanjutan.
“Kerja sama ini tidak hanya bicara administratif, tetapi menyentuh langsung masa depan masyarakat. Tiga pilar ini menjadi fondasi utama agar pembangunan berjalan terarah dan berdampak nyata,” ujar Mirza.
Mirza menekankan pentingnya SDM unggul dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Ia juga mengungkapkan keprihatinan terhadap tingginya angka lulusan SMA dan SMP di Lampung yang tidak melanjutkan pendidikan.
“Kondisi ini melahirkan SDM yang tidak memiliki daya saing, rentan menganggur, dan berdampak pada berbagai persoalan sosial seperti meningkatnya angka TKI dan perceraian,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan SDM harus berbasis moral, integritas, dan nilai-nilai keagamaan yang dimulai dari lingkungan keluarga.
Pada pilar kedua, kerja sama diarahkan untuk memperkuat kemandirian pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Ketersediaan pangan murah dan terjangkau disebut sebagai prioritas guna menjaga stabilitas harga dan menekan inflasi.
“Pertumbuhan ekonomi harus terintegrasi dengan masyarakat lokal. Jangan sampai rakyat hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri,” tegas Mirza.
Mirza juga menyoroti pentingnya hilirisasi komoditas unggulan seperti kopi dan sawit yang dimiliki kedua provinsi. Selama ini, kopi Lampung dan Bengkulu masih banyak diekspor dalam bentuk biji mentah (green bean) sehingga nilai tambah justru dinikmati pihak luar.
Melalui hilirisasi, nilai ekonomi kopi yang kini berada di kisaran Rp18–20 triliun per tahun diproyeksikan dapat meningkat menjadi Rp35–40 triliun per tahun. Langkah ini juga diharapkan mampu mendongkrak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kedua daerah.
“Kita ingin Lampung dan Bengkulu tidak hanya dikenal sebagai penghasil bahan mentah, tetapi sebagai pusat industri berbasis komoditas unggulan,” tegasnya.
Mirza juga menyampaikan visi besar menjadikan Lampung dan Bengkulu sebagai model kerja sama antardaerah yang mampu menjadi lumbung pangan nasional.
“Kita buat visi baru bagaimana Bengkulu–Lampung bisa memberi makan provinsi lain di Indonesia. Saya yakin, kalau kerja sama dengan orang saleh, akan banyak keberkahannya,” ujarnya.