JAKARTA- Seiring dengan rencana pemerintah mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) muncul kekhawatiran akan kemungkinan naiknya harga pertalite dan solar untuk mengikuti harga di pasaran.
Menurut keterangan Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan bila rencana pemerintah ini benar-benar diterapkan, maka harga BBM pertalite nantinya tidak jauh beda dengan harga Pertamax, yang saat ini berada di angka Rp 12.100 per liter.
"Tanpa subsidi, harga pertalite tidak jauh berbeda dari harga Pertamax," kata Pri Agung dalam keterangan resminya yang diterima Disway (grup Radar Lampung).
Sedangkan menurut Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kenaikan harga BBM seperti Pertalite dan Solar tidak hanya berdampak pada mereka yang mampu.
Namun juga pada masyarakat miskin yang tidak terjangkau oleh BLT atau mengalami kesulitan mengaksesnya.
"Meskipun kelompok miskin mungkin mendapatkan BLT bantuan tunai untuk mengompensasi kenaikan harga, tetap saja mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk barang dan jasa lain yang dipengaruhi oleh harga BBM, karena kenaikan BBM biasanya memicu kenaikan harga barang-barang lainnya akibat meningkatnya biaya distribusi," ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway.
Ia melanjutkan, ada beberapa risiko yang harus dihadapi oleh Pemerintah bila subsidi BBM untuk pertalite dan solar dicabut.
Menurutnya harga BBM benar-benar naik. Salah satunya yakni dampak inflasi yang akan meluas terhadap biaya produksi dan transportasi, yang akhirnya membuat harga barang-barang kebutuhan pokok naik.
"Inflasi yang terjadi bisa mempengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan, termasuk kelompok miskin yang diberikan BLT. Pada akhirnya, BLT yang diberikan tidak akan mencukupi kebutuhan mereka karena daya beli semakin menurun," jelas Achmad.
Menurut Achmad, perubahan skema subsidi dari harga murah langsung ke BLT mungkin memiliki niat baik yakni agar tepat sasaran.
Tetapi pelaksanaannya membutuhkan kehati-hatian agar tidak merugikan kelompok masyarakat yang bergantung pada subsidi tersebut.
Selain itu, dirinya juga menambahkan apabila Pemerintah ingin mengubah skema subsidi BBM menjadi BLT, perlu ada komitmen kuat untuk menjaga stabilitas harga supaya kenaikan harga BBM tidak memicu inflasi yang luas dan menambah beban ekonomi bagi masyarakat miskin.
Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sinyal bila pemerintah akan menerapkan mengubah pemberian subsidi BBM menjadi BLT.
Bahlil selaku Ketua Tim Penggodok Kebijakan Subsidi Energi dalam rapat koordinasi perdana antar Kementerian/Lembaga terkait subsidi tepat sasaran menyampaikan beberapa kesimpulan sementara telah dicapai.
Di antaranya, skema pemberian subsidi LPG 3 kg diusulkan untuk tetap dilanjutkan. Sementara itu, untuk subsidi BBM dan listrik, akan dilakukan kajian lebih mendalam mengenai metode pemberian subsidi yang diusulkan.