JAKARTA – Gegara dugaan pelanggaran di Gorontalo, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 214-PKE-DKPP/IX/2024 di ruang sidang DKPP, Jakarta, Rabu (23/10), dengan teradu Ketua dan lima anggota KPU RI.
Perkara ini diadukan Mikewati Vera Tangka, Misthohizzaman, Listyowati, Rotua Valentina, Wirdyaningsih, Egi Primayogha Mardhika, Hadar Nafis Gumay, Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Wahidah Suaib. Sembilan nama tersebut memberi kuasa kepada Dudy Agung Trisna dan kawan-kawan.
Pihak pengadu mengadukan Ketua dan lima anggota KPU RI, yaitu Idham Holik, Mochammad Afifuddin (Ketua), Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz sebagai Teradu I sampai Teradu VI.
Para teradu didalilkan diduga tidak menindaklanjuti Putusan Bawaslu RI Nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 tanggal 29 November 2023 dan tidak melakukan perbaikan terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme sehingga terdapat pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu Anggota DPRD Provinsi Gorontalo di Daerah Pemilihan (Dapil) 6.
Putusan Bawaslu RI Nomor 010/2023 menyatakan bahwa Teradu I sampai Teradu VI melakukan pelanggaran administratif pemilu karena tidak menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 24P/Hum/2023 tentang pemenuhan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap dapil.
Namun, kata kuasa pengadu Sri Afrianis, para teradu tetap tidak melakukan tindak lanjut untuk menyesuaikan keterwakilan 30 persen perempuan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung.
Hingga tahap pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024, lanjut dia, tetap digunakan 267 daftar calon tetap (DCT) Pemilu Anggota DPR RI dan 1.016 DCT pemilu anggota DPRD provinsi yang belum memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang memerintahkan PSU di seluruh TPS di Daerah Pemilihan (Dapil) Gorontalo 6 karena tidak ada partai politik yang bisa memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan untuk pemilu anggota DPRD provinsi.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan seharusnya KPU (para teradu) memahami Putusan Mahkamah Agung Nomor 24P/Hum/2023 yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Alih-alih demikian, kata dia, KPU malah secara sengaja mengabaikan putusan MA yang menyebabkan tidak terpenuhinya keterwakilan 30 persen perempuan di Dapil Gorontalo 6.
“Perkara yang kami ajukan ke DKPP ini secara spesifik pada pembangkangan para teradu atas kewajiban hukum yang timbul pasca-Putusan Bawaslu RI Nomor 10/2023 dan para teradu telah mengabaikan Putusan MA Nomor 24P/Hum/2023 sebagai bentuk perbaikan administratif sebagaimana putusan Bawaslu RI,” jelasnya.
Sementara itu, dalam melaksanakan setiap tahapan Pemilu, Teradu I sampai Teradu VI menegaskan selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan pemilu.
Mochammad Afifuddin sebagai Teradu II menegaskan bahwa pengaturan keterwakilan 30 persen perempuan dalam pengajuan bakal calon anggota DPR RI, provinsi, dan kabupaten/kota sejatinya telah diatur PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
“Peraturan tersebut tidak mereduksi keterwakilan 30 persen perempuan atau affirmative action, tetapi memperjelas terkait dengan metode atau cara hitung keterwakilan tersebut yang tidak diatur Undang-Undang Pemilu,” ujar Afifuddin.