Transformasi Pendidikan Indonesia: Integrasi AI dalam Pendidikan

Jumat 06 Sep 2024 - 19:53 WIB
Reporter : Tim Redaksi
Editor : Yuda Pranata

Oleh: Suko Widodo*

DUNIA pendidikan Indonesia, 79 tahun setelah naskah Proklamasi dibacakan, masih berada di persimpangan jalan yang tak beraturan. Dinamika zaman terus bergerak. Era teknologi dan digital, di mana berbagai inisiatif reformasi dan evolusi pendidikan sedang diimplementasikan. 

Salah satu program yang menjadi fokus perhatian adalah Program Sekolah Penggerak (PSP). Disebutkan, program itu akan mengakselerasi sekolah di seluruh kondisi untuk bergerak 1-2 tahap lebih maju. 

BACA JUGA:Sehat dan Gratis, Empat Rekomendasi Wisata Embung di Lampung

Digitalisasi disuntikkan dalam bentuk aplikasi-aplikasi. Meski demikian, beberapa keluh kesah tenaga pendidik adalah wajah nyata di balik gemerlap dan hype akselerasi kemajuan teknologi ini. Riduan Situmorang atau Iman Zanatul Haeri mendedahkan beban dan benang kusut penyelenggaraan persekolahan yang ditemuinya sehari-hari, berkali-kali. 

Dalam analisisnya, Situmorang (Kompas, 2023) mengidentifikasi beberapa faktor yang menghambat keberhasilan PSP. Salah satu kritik utama adalah indikasi penurunan kualitas lulusan sekolah penggerak, yang tecermin dari menurunnya tingkat penerimaan siswa di perguruan tinggi negeri melalui jalur seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP). 

Selain itu, keterbatasan infrastruktur, peningkatan beban administratif tenaga pendidik, dan implementasi Kurikulum Merdeka yang belum optimal menjadi tantangan signifikan yang dihadapi program ini. Sedangkan Ratih (Kompas, 2023) juga menyuguhkan refleksi mengenai pendidikan Indonesia, menggunakan skor tes PISA 2022 sebagai kacamata analisisnya.

PSP dan Kurikulum Merdeka diupayakan menjadi katalis transformasi pendidikan di Indonesia, dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang diharapkan bisa berkembang dengan optimal sesuai dengan karakternya yang otentik, dengan difasilitasi kebutuhannya untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

Keberpusatan itu meniscayakan pendekatan yang lebih personal sifatnya, menemukan kesesuaian antara materi ajar dan kebutuhan peserta didik. Diperlukan ”kemampuan” tambahan bagi tenaga pendidik untuk membantu ”menciptakan media tanam” bagi peserta didik sehingga bisa tumbuh berkembang dengan optimal. 

Tenaga pendidik juga harus bisa menumbuhkan atmosfer pembelajaran yang kondusif dengan melibatkan pemangku kepentingan di sekitar peserta didik. Namun, yang terjadi jauh panggang dari api. Waktu dan energi tenaga pendidik tersita habis-habisan dengan kewajiban administratif dan pengembangan diri yang sifatnya berpusat pada materi. 

Pembuatan konten digital atau keaktifan dalam platform digital menjadi salah satu parameternya. Hukum Goodhart juga masih berlaku di sektor pendidikan sehingga pemenuhan parameter kemudian menjadi tujuan.

Namun, dunia saat ini tidaklah sama dengan dua dekade lalu. Kemajuan dan perkembangan teknologi yang akseleratif menisbikan batas-batas geografi. Ia meruntuhkan sekat-sekat dan batasan-batasan geografis. 

Menggunakan tes PISA dari laporan yang sama, OECD 2022, menurunnya skor tes PISA tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi secara global, rerata skor tes PISA mengalami penurunan yang signifikan dan cukup tajam dibandingkan dua dekade lalu. 

Pengamatan kritis semacam itu sangat diperlukan untuk mengungkap masalah yang dihadapi dunia pendidikan secara global. Setali tiga uang dengan beban administratif tenaga pendidik, sebagaimana dituliskan Riduan Situmorang. 

Ia tidak hanya dihadapi Indonesia. Sebuah survei di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa dari 54 jam kerja guru di AS selama seminggu, hanya 46 persen dari waktu tersebut yang terpakai untuk mengajar. 

Tags :
Kategori :

Terkait