Persoalan Cuti Kada di UU Pilkada Digugat ke MK

Selasa 03 Sep 2024 - 13:11 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

RADAR LAMPUNG, JAKARTA - Harseto Setyadi Rajah, seorang warga Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mengajukan judicial review (JR) terhadap Pasal 70 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi ini dilakukan untuk menilai kembali ketentuan mengenai cuti kepala daerah selama kampanye Pilkada Serentak 2024.

Menurut Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Harseto, kliennya merasa dirugikan oleh ketentuan tersebut.

UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah petahana yang mencalonkan kembali harus menjalani cuti penuh selama masa kampanye, yang berlangsung dari 25 September 2024 hingga 23 November 2024, atau selama 60 hari.

BACA JUGA:Terpilih Lagi, Abdullah Sura Jaya Beri Pesan Khusus untuk Pilbup Lampung Tengah

Viktor menjelaskan bahwa ketentuan ini memaksa calon kepala daerah petahana untuk cuti selama dua bulan.

Selama periode ini, posisi kepala daerah akan diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) atau Penjabat Sementara (Pjs), yang dinilai tidak dapat menjalankan tugas secara optimal karena harus membagi perhatian dengan tanggung jawab lainnya di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Viktor mengutip putusan MK Nomor 60/PUU-XIV/2016 yang mendukung pandangannya bahwa masyarakat akan dirugikan oleh ketidakoptimalan tugas dari Plt/Pjs.

Viktor juga menggarisbawahi bahwa ketentuan cuti ini berbeda dengan aturan cuti bagi presiden dan wakil presiden dalam UU Pemilihan Umum (Pemilu).

Pasal 281 Ayat (2) UU Pemilu menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden petahana tidak diwajibkan untuk cuti selama masa kampanye, sehingga mereka dapat melanjutkan tugas mereka setelah kampanye.

Viktor menilai adanya ketidaksetaraan perlakuan antara kepala daerah petahana dan presiden/wakil presiden petahana terkait kewajiban cuti selama kampanye. Ia menilai hal ini sebagai bentuk diskriminasi hukum yang dapat merugikan masyarakat, meskipun MK sebelumnya telah menegaskan kesetaraan dalam tata kelola Pemilu dan Pilkada.

BACA JUGA:Update Perolehan Medali Paralimpiade 2024, Indonesia Peringkat Berapa?

Dengan adanya perbedaan ini, Harseto meminta MK untuk menyatakan Pasal 70 Ayat (3) UU 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Viktor juga menekankan perlunya pengawasan ketat dan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan fasilitas jabatan untuk kepentingan kampanye. Ia berharap MK dapat memproses perkara ini secara cepat, mengingat tahapan kampanye akan dimulai pada 25 September 2024.

"Kami berharap MK tidak memberikan perlakuan yang berbeda dari perkara Pilkada lainnya, terutama yang berkaitan dengan batas usia calon kepala daerah, dan dapat memutuskan perkara ini sebelum masa pencalonan," ujar Viktor. (jpc/abd)

Kategori :