Bank Sentral AS diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin dari sebelumnya hanya 75 basis poin.
Hal tersebut akan memberikan efek domino terhadap daya tarik surat berharga di negara berkembang, termasuk Indonesia karena memiliki kondisi fiskal yang cukup baik.
“Risiko ketidakpastian yang sangat tinggi ini perlu kita waspadai dan kita cermati,” tuturnya.
Pada saat yang sama, lanjut Sri Mulyani, kredibilitas fiskal Indonesia menjadi daya tarik terhadap masuknya aliran modal asing.
BACA JUGA: Polres Tubaba Ringkus Dua Pelaku Curanmor di Masjid
Pemerintah membuka ruang aspirasi dari DPR untuk penentuan asumsi nilai tukar rupiah dalam penyusunan RAPBN 2025.
“Oleh karena itu, kami mengapresiasi untuk bisa membahas mengenai nilai tukar maupun yield surat berharga negara, terutama pada situasi yang masih sangat dinamis, baik dari sisi global maupun di dalam negeri,” terangnya.
Sebelumnya, Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty sebut fluktuasi nilai tukar rupiah memiliki peran besar terhadap realisasi belanja negara.
Apabila pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, maka pemerintah bisa menghemat belanja negara hingga Rp 71,4 triliun.
BACA JUGA:Telkomsel Luncurkan #SurpriseDeal Nelpon, Hadirkan Pengalaman Berkomunikasi yang Mudah dan Hemat
Kata Telisa, setiap nilai tukar rupiah terapresiasi Rp 100 per dolar AS, maka belanja akan berkurang sebesar Rp 10,2 triliun.
Jika rupiah mampu terapresiasi Rp 700 rupiah dari asumsi maka belanja negara akan berkurang menjadi Rp 71,4 triliun.
"Kita bisa punya ruang fiskal sebesar Rp 71,4 triliun selama rupiahnya mampu terapresiasi Rp 700. Jadi tujuh kali lipatnya, itu kita bisa dapat Rp 71,4 triliun,” ujar Telisa.
Telisa menekankan, pentingnya sinergi antara otoritas moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
BACA JUGA:Libas Verona 3-0, Juventus Kuasai Klasemen Serie A
Anggaran Rp 71,4 triliun yang didapatkan dari penguatan nilai tukar rupiah bisa digunakan pemerintah untuk sejumlah pos belanja.