Untaian Asa

Jumat 09 Aug 2024 - 21:35 WIB
Reporter : Tim Redaksi
Editor : Tim Redaksi

Seketika tangis Nina langsung berhenti. Aku tahu dia memperhatikanku, tetapi aku tetap melanjutkan permainanku. Ternyata, Nina tertarik dan mendekatiku. Dia pun ikut bermain boneka bersamaku. Sejak saat itu, Nina menjadi dekat denganku. 

 

Sudah dua tahun aku bekerja di rumah Mbak Siska. Aku menjadi semakin akrab dengan Mbak Siska dan keluarganya. Terkadang, Mbak Siska juga sering curhat padaku. Aku pun sering membagikan cerita dan harapan-harapanku padanya. Siapa sangka jika Mbak Siska dan suaminya ternyata berencana membiayai pendidikanku. 

Katanya, aku anak yang ulet, jujur, dan pintar. Sayang sekali kalau sampai tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Mendengar kabar itu, rasanya seperti mimpi. Bisa melanjutkan kuliah seakan menjadi hal yang tidak akan mungkin terjadi dalam hidupku. Aku peluk Mbak Siska kuat-kuat. Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kaesih kepadanya.

Melihat aku menangis, Nina langsung ikut memelukku. Anak itu seakan tahu jika aku akan pergi jauh. Dia seperti tidak mengizinkanku pergi. Mbak Siska tertawa melihat tingkah anaknya. 

 

Aku menatap langit-langit kamar kos dengan senyum merekah sembari menyematkan banyak rasa syukur kepada Tuhan atas segala riuh masalah dalam hidupku yang akhirnya  digantikan dengan sejuta kasih. Semesta akhirnya memberikan izin kepadaku untuk meraih impianku menjadi dokter anak. Hadirnya keluarga Mbak Siska dalam hidupku seakan telah Tuhan siapkan di ujung penderitaanku. Sekarang, aku resmi menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Meski bertahun-tahun hidup dalam kepedihan, tak sedikit pun dendam bersemayam dalam hatiku. Di kota ini, bapakku tinggal bersama keluarga barunya. Aku pun berusaha menemukan tempat tinggalnya. 

“Ini, kamu, Rin? Anak bapak?” Tanya bapak tidak yakin.

“Iya, Pak. Bapak apa kabar?”

“Bapak, seperti inilah. Kamu kenapa mencari Bapak?”

Mendengar pertanyaan  bapak, aku tersenyum. 

“Bukan, Pak. Aku ke kota ini tidak untuk mencari Bapak. Maafkan Arin, Pak. Arin ke sini untuk kuliah di Universitas Gadjah Mada.”

Raut wajah bapak tampak terkejut saat mendengar aku mengucap kata kuliah, apalagi di Universitas Gadjah Mada. Bapak tampak berusaha menajamkan pendengarannya.

“Waktu awal-awal cari tempat kos di sini, Arin bertemu Roni, anaknya Pak Lek Darman. Bapak masih ingat?”

“Roni? Anaknya Darman? Oh, Darman, sepupu jauh Bapak. Iya, Bapak tahu. Dia yang membantu Bapak pindah ke sini dulu.”

Kategori :

Terkait

Jumat 09 Aug 2024 - 21:35 WIB

Untaian Asa

Jumat 02 Aug 2024 - 21:40 WIB

One of the Standards of Beauty

Jumat 26 Jul 2024 - 22:34 WIB

Beda yang Sama

Jumat 19 Jul 2024 - 22:15 WIB

Irreplaceable

Jumat 12 Jul 2024 - 22:20 WIB

Manusia Pilihan