”Kalau ada debitur yang tidak mempunyai kemampuan itu ya sudah kita selesaikan. Either kita downgrade atau dia sehat. Sehingga sebetulnya dari secara besaran Rp100 miliar terhadap total restrukturisasi yang pernah kita mencapai Rp 100 triliun itu, kan tidak signifikan,” beber Sigit.
Dengan demikian, kalaupun diperpanjang atau tidak, bukan masalah bagi Bank Mandiri. Karena tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kualitas kredit. Khususnya, segmen UMKM.
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) terus berusaha menjaga rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) khususnya untuk segmen UMKM di kisaran 3 persen. Mengingat, rasio NPL kredit UMKM industri perbankan nasional per Mei mencapai 4,27 persen. Meningkat dibandingkan posisi April 2024 di level 4,26 persen.
Direktur Utama BRI Sunarso menerapkan strategi dari sisi improvement bisnis proses untuk meningkatkan kualitas kredit. Yakni selektif memperketat risk acceptance juga loan portofolio guidelines.
”Portofolio UMKM dipilah lagi, dicari mana yang masih bisa lanjut dan yang sedang bermasalah,” ujar Sunarso.
Kemudian restrukturisasi sesuai dengan prinsip-prinsip mengikuti ketentuan yang berlaku. Apabila dibutuhkan maka terpaksa harus hapus buku, fokus pada recovery dari kredit yang sudah dihapus buku. Adapun BRI memiliki pencadangan yang memadai, hal tersebut tecermin dari NPL coverage sebesar 211,60 persen. BRI masih menjadi bank dengan portofolio kredit UMKM terbesar di Indonesia.
”Hingga akhir Juni 2024, perseroan berhasil menyalurkan kredit kepada segmen UMKM senilai Rp 1.095,64 triliun atau setara 81,69 persen dari total penyaluran kredit BRI,” beber Sunarso. (jpc)