Keadilan di Era Algoritma: Menakar Peran Artificial Intelligence (AI) dalam Menegakkan Hukum
--
Oleh :
Salman Alfarasi
(Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang)
RADAR LAMPUNNG, BANDAR LAMPUNG- Artificial intelligence (AI) sering dipuji sebagai inovasi revolusioner dengan potensi besar untuk menyelesaikan masalah kompleks, termasuk dalam sistem peradilan.
Dengan kemampuan untuk menyederhanakan proses administrasi dan meningkatkan efisiensi, AI dapat memproses data dengan cepat dan konsisten.
Namun, AI tidak memiliki kemampuan untuk memahami konteks emosional atau nuansa spesifik dari setiap kasus, menimbulkan kekhawatiran bahwa AI mungkin mengabaikan aspek penting dari situasi hukum yang membutuhkan sentuhan manusia.
Selain itu, data yang digunakan oleh AI bisa saja mengandung bias, memengaruhi hasil putusan.
Keadilan Tradisional Vs Keadilan Algoritmik
AI kini mulai berperan signifikan dalam dunia hukum. Teknologi seperti E-Discovery di AS memungkinkan penyortiran data hukum massal, dan sistem advisori seperti di Civil Resolution Tribunal Kanada membantu penyelesaian sengketa lebih mandiri.
Meski AI digunakan untuk memprediksi Putusan Pengadilan, risiko bias tetap ada.
Seperti yang terlihat pada alat COMPAS yang menilai risiko recidivism. AI menawarkan efisiensi, namun penting untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan penilaian manusia guna memastikan keadilan.
Bayangkan berada di ruang sidang dengan dua cara berbeda untuk mencapai putusan: hakim manusia dan sistem AI.
Hakim manusia mempertimbangkan argumen dan bukti dengan pengalaman, intuisi, dan empati, menawarkan sentuhan kemanusiaan dalam penilaian.
Di sisi lain, AI menganalisis data dari ribuan kasus sebelumnya dengan kecepatan dan akurasi tinggi.
Namun, AI berisiko mengabaikan nuansa yang tidak dapat diukur secara kuantitatif bahkan bisa berhadapan dengan hukum acara yang sifatnya tidak bisa ditafsirkan lagi.
Kombinasi antara AI dan penilaian manusia mungkin menjadi pendekatan terbaik untuk memastikan keadilan yang seimbang.
Reformasi Mahkamah Agung di Era Digital
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam hari ulang tahunnya yang ke 79 tahun ini telah meluncurkan lima aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI), menandai langkah signifikan menuju modernisasi peradilan yang lebih efisien dan transparan.
Salah satu inovasi utamanya adalah SIAP MA Terintegrasi dengan fitur Smart Majelis, yang menggunakan AI untuk memastikan penunjukan hakim dan distribusi perkara dilakukan secara objektif, menghindari konflik kepentingan.
Selain itu, Mahkamah Agung memperkenalkan e-Court untuk kasasi dan peninjauan kembali, mendigitalkan seluruh proses hukum sejak Mei 2024.
Sehingga, mengurangi birokrasi dan mempercepat prosedur.
Aplikasi Deteksi Dini juga menjadi sorotan, dengan kemampuan mendeteksi kemiripan antar perkara untuk mencegah disparitas putusan. Inovasi lainnya mencakup JDIH Versi Mobile untuk akses mudah ke dokumen hukum dan DIKTUM untuk kemudahan akses rumusan hukum secara digital.
Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen Mahkamah Agung dalam memanfaatkan teknologi untuk memperkuat keadilan di Indonesia dan ini akan terus dilakukan.
Pandangan Akhir
Teknologi AI menjanjikan revolusi dalam sistem peradilan dengan efisiensi dan konsistensi yang belum pernah ada sebelumnya.
Namun, saat kita mengeksplorasi potensi ini, penting untuk mempertanyakan apakah kecanggihan algoritma dapat menggantikan aspek kemanusiaan yang krusial dalam putusan hakim.