Batas Usia Cakada Dipermasalahkan Lagi, Dua Mahasiswa Hukum Ajukan Uji Materiil ke MK

Dua mahasiswa hukum mengajukan uji materiil soal batas usia calon kepala daerah ke MK. -FOTO ANNISA AMALIA ZAHRO/DISWAY -

JAKARTA - Norma batas usia calon kepala daerah (cakada) kembali menjadi sorotan. Kali ini dipicu oleh langkah dua mahasiswa hukum dari UIN Syarif Hidayatullah Fahrur Rozi dan Podomoro University Antony Lee.

Keduanya mengajukan permohonan pengujian materiil terkait norma batas usia cakada, yaitu pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang Kepastian Hukum.

Permohonan uji materiil ini muncul karena putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 Tahun 2024. Putusan tersebut dinilai mengandung inkonsistensi dan melahirkan interpretasi ganda sehingga menyebabkan keragu-raguan dalam pelaksanaannya.

Norma yang dipermasalahkan terkait usia paling rendah kepala daerah, yakni 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati/wali kota dan wakil bupati/wali kota pada saat ditetapkan sebagai calon atau Ketika dilantik sebagai kepala daerah.

“Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 mengatur terkait (batas usia) pada saat penetapan sebagai pasangan calon. Sementara di Putusan MA terkait dengan pada saat pelantikan pasangan calon terpilih,” ujar kuasa hukum pemohon, M. Zainul Arifin di Gedung MK, Selasa, 11 Juni 2024.

Kedua norma tersebut, menurutnya, menimbulkan ketidakpastian hukum atau inkonsisten sehingga pihaknya mengajukan uji materiil apakah relevan. Pihaknya juga berharap, MK memproses permohonan tersebut dengan memanggil pihak pembentuk UU dan mendapatkan jawaban secara komprehensif untuk mengetahui original intent dibentuknya ketentuan norma tersebut.

“Memanggil Presiden Jokowi dalam hal ini sebagai representatif dari eksekutif dan memanggil Ketua DPR Puan Maharani sebagai representatif anggota legislatif, dan KPU,” harapnya seperti dilansir disway.id.

Diajukannya uji materiil ini sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan pemimpin yang bermoral dan bermartabat. “Kami ingin mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bermartabat, dan bermoral. Kami tidak mau mendapatkan pemimpin yang karbitan, tiba-tiba muncul,” tandasnya. (dnn/c1/fik)

Tag
Share