Wamenkumham Jadi Tersangka Gratifikasi Rp7 M
DITETAPKAN TERSANGKA: Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej saat memenuhi panggilan KPK, Jumat (28/7). -FOTO MUHAMAD RIDWAN/JAWAPOS.COM -
JAKARTA - Pengamat politik kebijakan publik dari Universitas Indonesia Vishnu Juwono menyoroti penerapan status tersangka terhadap Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej. Eddy Hiariej disebut terlibat dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait pengurusan akta perusahaan PT Citra Lampia Mandiri di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Kasus ini mengejutkan dengan adanya indikasi aliran dana dari pengusaha tambang nikel Helmut Hermawan kepada dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Eddy.
Vishnu menilai, langkah penerapan status tersangka terhadap pejabat tinggi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sangat merugikan karena menodai kredibilitas institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam reformasi hukum.
Figur Eddy Hiariej, seorang Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), kini berada dalam sorotan karena dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
“Rekam jejaknya sebagai seorang akademisi di bidang hukum pidana yang diakui, dan peran krusialnya dalam sosialisasi RUU KUHP yang disetujui DPR pada Oktober 2022, menjadi poin yang disayangkan jika terbukti benar,” kata Vishnu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/11).
Vishnu pun merasa prihatin terkait dengan kemunduran berulang kali dalam reformasi hukum dan pemberantasan korupsi di pemerintahan Joko Widodo. Eddy Hiariej menjadi nama ketujuh dalam lingkaran pejabat setingkat menteri atau wakil menteri yang terjerat dalam dugaan atau telah divonis korupsi.
“Kasus-kasus ini menciptakan kesan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah prioritas utama pemerintahan Joko Widodo, sebuah kontradiksi dengan janjinya untuk pemberantasan korupsi di pemilihan Presiden 2014 dan 2019,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa hasil Corruption Perception Index dari Transparency International mencerminkan penurunan terus-menerus, mencapai nilai terendah yakni 34 di era reformasi. Selain itu, indeks penegakkan hukum di Indonesia stagnan di angka 0.52-0.53 menurut World Justice Project selama periode 2015-2023.
Karena dengan kondisi sistem penegakkan hukum yang kembali tercoreng oleh dugaan kasus korupsi dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej dan institusi Kemenkumham, Vishnu Juwono menyarankan agar Eddy mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Menteri.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan Eddy kesempatan untuk fokus pada upaya pemulihan nama baiknya dan membuktikan ketidakbersalahannya.
Pengunduran diri Eddy dianggap sebagai langkah penting agar institusi Kemenkumham tidak terkesan tersandera oleh kasus ini, sehingga dapat fungsinya Untuk Reformasi Hukum dì Indonesia,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud M.D. mengatakan penetapan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej sebagai tersangka membuktikan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pandang bulu dalam menjalankan tugasnya.
“Menurut saya, KPK ketika bicara penegakan hukum itu harus tidak pandang bulu dan itu ya dibuktikan. Meskipun masih banyak kritik terhadap KPK, tetapi KPK sudah membuktikan dengan tidak memilih-milih antara menteri, wamen, kepala daerah, atau semuanya. Memang seharusnya begitu,” kata Mahfud usai upacara peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata, Jakarta, Jumat.
Mahfud kemudian menjelaskan bahwa ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK pasti telah memiliki dua alat bukti yang menunjukkan bahwa tindak korupsi atau pencucian uang benar-benar terjadi. “Tinggal nanti menguji alat bukti itu di pengadilan. Kita lihat saja proses hukum yang berjalan,” tutur Mahfud.
Sebelumnya, KPK telah menandatangani surat penetapan Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap sekitar dua pekan lalu. Selain Eddy, KPK menetapkan tiga tersangka lain dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.
Eddy Hiariej dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK atas dugaan gratifikasi sebesar Rp7 miliar.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 melaporkan Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi Eddy Hiariej dan advokat Yosie Andika Mulyadi ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.
Meski demikian, kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang, membantah tudingan soal penerimaan gratifikasi tersebut. Ia mengungkapkan bahwa uang yang diterima Yosi adalah murni fee yang diterima yang bersangkutan untuk pekerjaannya sebagai pengacara.
Ricky juga menegaskan tidak serupiah pun yang diterima oleh kliennya dan kliennya bahkan tidak tahu-menahu apa saja yang dikerjakan oleh Yosi. (jpc/c1/ful)