Bawaslu Header

Pedagang Terancam Kapok Ikut PRL Lagi

BISA UNTUK BERMAIN BOLA: Hampir setiap malamnya, begini kondisi Pekan Raya Lampung 2024 di area PKOR Way Halim, Bandarlampung.-FOTO M. ARIF/RLMG -

Deni mengatakan dari awal pihaknya sudah mengkritisi penyelenggara yang sudah ada embel-embel mencari cuan. ’’Dari awal itu kan kita sudah mengkritisi. Dari promosinya sudah ada embel-embel mencari cuan, dalam artian mencari uang. Hingga kemudian banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan mahalnya karcis masuk Pekan Raya ini," sambungnya.

Di sisi lain juga banyak keluhan terkait sewa stan yang terlalu mahal, bahkan untuk anjungan hingga Rp50 juta. ’’Agak lucu juga kan, lokasinya punya pemprov, tapi pemda dan OPD (organisasi perangkat daerah) sewa stan dengan harga fantastis. Ini juga buat kita prihatin,” ujarnya.

Lanjutnya, polemik terhadap keluhan masyarakat pada penyelenggara PRL 2024, pihaknya tidak menutup mata. Menurutnya ini karena betul-betul mengecewakan berbagai pihak.

’’Makanya dari awal, DPRD mengkritik karena PRL ini merupakan wajahnya Provinsi Lampung. Di situ semua ditampilkan, maka yang kita kritik bagaimana supaya penyelenggaraannya makin lebih baik,” tandasnya. 

Diberitakan sebelumnya juga, benarkah tujuan PRL 2024 di kompleks PKOR Wayhalim, Bandarlampung, masih sebagai ajang pamer hasil pembangunan di daerah Lampung? Atau sudah beralih menjadi ladang penghasil cuan (uang)?

Hasil penelusuran tim Radar Lampung selama enam hari sejak PRL dibuka Rabu (22/5) hingga Selasa (28/5), pengunjung sebelum memasuki area PRL ini terlebih dahulu diharuskan membayar karcis parkir Rp10 ribu untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor. Biaya parkir itu tergolong besar bagi masyarakat karena meskipun hanya 1 jam masuknya ke arena PRL, biayanya tak berkurang. 

Selanjutnya, pengunjung dikenai biaya lagi berupa tiket masuk sebesar Rp20 ribu. Itu untuk hari biasa dengan hiburan menghadirkan artis lokal. Akan beda lagi harganya jika yang dihadirkan artis nasional. 

Sehingga, pengunjung pun banyak yang mengeluhkan biaya-biaya tergolong tidak sedikit yang harus mereka keluarkan. Di antaranya Rido (hanya nama sapaan, Red) yang mengaku bahkan harus menahan untuk tidak jadi membeli beberapa kuliner incarannya. 

’’Gimana Mas, bawa uang cuma segini, sama anak-istri pula. Ditambah harga makanan yang tinggi, jadi terpaksa ditahan aja cari makanannya," kata dia. 

Lebih mengejutkan saat tim Radar Lampung mengetahui sewa stan yang berada di lapangan utama. Tak tanggung-tanggung, untuk yang berukuran 5 x 5 meter dikenai biaya Rp17 juta. Sementara untuk yang berukuran 3 x 3 meter dikenai biaya Rp10 juta.

Ini diungkapkan salah satu pedagang yang Radar Lampung temui di stan lapangan utama setempat. Biaya sewa yang begitu tinggi pun memaksa mereka berpikir dan mengakalinya dengan bergabung bersama beberapa pedagang lainnya dalam satu tenda. 

Ditanya apakah dengan jualannya yang menjadi mata pencahariannya tersebut akan mendapat keuntungan? Pedagang ini menjawabnya dengan ragu. ’’Enggak tahu ya Mas, sepi begini,” kata pedagang yang meminta identitasnya tak disebutkan. 

Pedagang ini mengungkapkan bahwa PRL tahun ini jauh berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika biasanya dia sibuk melayani pelanggan yang mampir membeli makanan yang dijajakannya, tahun ini justru sebaliknya. 

Itu juga terlihat dari pantauan langsung Radar Lampung. Di mana, pedagang ini lebih banyak duduk dan berdiri di depan lapaknya sambil sesekali mengajak pengunjung mampir ke lapaknya.

Padahal untuk jenis makanan yang dijual biasanya tak perlu sampai repot-repot menawarkan kepada pengunjung. Pengunjunglah yang dengan otomatis mampir membeli makanan yang dijualnya. Penyebabnya jelas, yakni pengunjung yang tampak sepi. "Ya banyak yang lewat aja, mampir mah enggak," katanya dengan suara dan wajah penuh kecewa. 

Tag
Share