Kenaikan Cukai Rokok 67,5 Persen dalam Lima Tahun Dinilai Terlalu Bebani Produsen
MEMBEBANI PRODUSEN: Penjual tembakau linting di kawasan Pondok Cabe, Pamulang. Selama lima tahun terakhir kenaikan tarif CHT sebesar 67,5 persen dan disebut membebani produsen. -FOTO ILUSTRASI DOK DERRY RIDWANSYAH/JAWA POS-
JAKARTA- Tingginya kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara tahunan dinilai akan mengancam keberlangsungan industri rokok yang bisa berdampak kepada para pekerjanya.
Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Timur, Purnomo, menyebut kenaikan CHT menjadi ketakutan dan menghantui keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Secara kumulatif, kata Purnomo kenaikan tarif CHT sudah mencapai 67,5 persen selama lima tahun terakhir ini.
Hal ini kata Purnomo membuat harga rokok yang beredar di pasaran saat ini naik dtastis, sehingga menyebabkan maraknya penyebaran rokok ilegal di masyarakat.
BACA JUGA:Penerimaan Cukai Turun Rp5 Triliun, Penyebabnya ya Rokok Ilegal
"Akibatnya perusahaan rokok legal bisa mati karena akan kalah saing. Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok seharusnya melihat kemampuan industrinya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Jawa Pos, Rabu.
Melihat kondisi tersebut, ia mendesak pemerintah untuk tidak lagi menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2025 mendatang.
Dengan demikian, jumlah tenaga kerja akan diharapkan bisa terus bertambah ke depannya.
"Apabila kondisi IHT baik, maka jumlah tenaga kerja bisa bertambah. Contohnya seperti di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT), kebijakan tarif cukai rokok yang berpihak bagi SKT mendukung serapan tenaga kerja," ungkapnya.
BACA JUGA:Lagi, Regulasi DJPK Pembebanan Pajak Rokok Elektrik Disoal
Di RTMM sendiri, kata dia ada penambahan dua perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 5.000 orang.
Hal ini ungkapnya sangat membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia, terutama di daerah Jawa Timur, di mana jumlah pengangguran masih signifikan.
Di kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati Tangka, memaparkan sekitar 90 persen pekerja di sektor SKT adalah perempuan.
Tetapi, ironisnya, Mike belum melihat adanya peran pemerintah yang maksimal dalam memperhatikan serta melindungi hak-hak pekerja perempuan di sektor SKT.