Buruknya Ekses Negatif Dana Desa

-ilustrasi Edwin/Radar Lampung-

Mulai Dikorupsi untuk Karaokean hingga Hilangnya Gotong Royong

JAKARTA -  Alokasi dana desa (ADD) tak selamanya dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jaka Sucipta mengungkapkan bahwa ada beberapa ekses negatif pada dana desa.

’’Salah satu ekses negatifnya adalah korupsi. Itu kalau dulu terpusat dengan era desentralisasi (korupsi) sampai ke kabupaten/kota, sekarang sampai ke desa. Ini ekses negatif yang menjadi keprihatinan kita semua,” ujarnya pada diskusi media di Jogjakarta, Kamis (3/5), dan seperti dikutip Jawa Pos, Minggu (5/5).

BACA JUGA:Mantapkan Diri Maju Pilkada, Julian Ambil Formulir Penjaringan di 3 Parpol

Merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak pemerintah menggelontorkan dana desa pada 2015, tren kasus korupsi di pemerintahan desa memang meningkat. Pada 2016 ada 17 kasus korupsi di desa dengan 22 tersangka. Enam tahun kemudian, jumlahnya melonjak menjadi 155 kasus dengan 252 tersangka.

Jaka menegaskan, itulah gambaran betapa buruknya ekses negatif dana desa. ’’Ada yang dana desanya dipakai untuk karaoke, dipakai macam-macamlah,” ungkapnya.

Jaka juga mencontohkan perilaku yang sudah bergeser sebagai akibat dari ekses negatif dana desa. Dulu warga desa bisa secara sukarela gotong royong membangun desa. Namun ketika ada suntikan dana desa, kini hanya sebagian warga yang berminat melakukan gotong royong.

’’Dengan adanya dana desa, kemudian jadi transaksional. Memang kami sedang mengkaji dampak dana desa terhadap yang sifatnya tangible asset gitu. Nilai-nilai seperti gotong royong dan sebagainya itu,” jelasnya.

BACA JUGA: Jaminan Harga dan Kualitas Pupuk Nonsubsidi, Gubernur Arinal Kerja Sama dengan PT Pusri

Kemenkeu telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi ekses negatif tersebut. Begitu didapati adanya temuan penyalahgunaan dana desa, penyalurannya langsung disetop. Saat kepala desa (Kades) terjerat kasus dana desa  langsung dihentikan sampai pelaksana tugas (Plt.) atau pejabat penggantinya ditunjuk.

”Kemudian ketika terkena kasus korupsi, sebuah desa tidak boleh ikut dalam kompetisi untuk mendapatkan insentif desa. Jadi, salah satu kriteria insentif desa itu tidak ada kasus korupsi di desanya, jadi di-blacklist lah,” tegasnya.

Meski begitu, Kemenkeu tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan atas perilaku menyimpang tersebut. Kewenangan yang dimiliki Kemenkeu terbatas pada penghentian pemberian dana desa hingga pencabutan insentif.

Tindak pidana sepenuhnya menjadi kuasa aparat penegak hukum. ”Di kami (DJPK Kemenkeu), setiap ada penyalahgunaan dana desa, itu kami hentikan (penyalurannya). Jadi, kalau ada Kades atau perangkat desanya kena kasus, kami hentikan sampai ditunjuk Plt-nya. Ini yang bisa kami lakukan. Sebab, kami hanya terkait dengan pengalokasian dan penyaluran,’’ papar Jaka.

Sejak 2015 hingga 2024, pemerintah menggelontorkan dana desa Rp609,68 triliun. Tahun ini pemerintah bakal memberikan dana desa Rp71 triliun untuk 75.259 desa. Setiap desa akan mendapatkan sekitar Rp943,34 juta. (jpc/c1/rim)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan