Panen Raya Mundur, Pemerintah Impor 1,6 Juta Ton Beras

Aktivitas Pedagang: Pedagang Beras di Pasar Bujung Buring Kecamatan Tanjung Raya saat beraktivitas. -FOTO ARDIAN MUKTI/RADAR LAMPUNG-
JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk mengimpor 1,6 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan impor beras dilakukan akibat mundurnya masa panen selama dua bulan.
’’Seharusnya pada Maret-April itu sudah panen raya, sekarang mundur ke April, Mei, dan Juni sehingga produksi menurun dan pemerintah kemarin memutuskan untuk melakukan impor,” ujar Airlangga di Jakarta.
Selain merealisasikan impor, pemerintah juga meningkatkan akan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari 150 ribu ton menjadi 250 ribu ton.
Menurutnya, untuk mempermudah distribusi, paket beras SPHP dapat dikemas ulang dengan berat yang disesuaikan.
BACA JUGA:Jokowi : Indonesia Wajib Jadi Magnet Investasi Produksi Mobil Listrik
“Biasanya ‘kan SPHP kiloannya 5 kilogram. Jadi, untuk beberapa wilayah silakan didistribusi dalam kiloan yang lebih besar dan di lapangan diberi kesempatan untuk melakukan pengemasan ulang dari 50 kilogram atau 25 kilogram menjadi 5 kilogram," ucap Airlangga.
Biaya pengemasan ulang tersebut akan diganti oleh pemerintah.
“Kemarin itu solusi-solusi yang disampaikan,” katanya.
Airlangga pun mengingatkan bahwa upaya-upaya ini perlu dilakukan karena situasi perekonomian global di masa mendatang masing belum membaik.
BACA JUGA:Telkomsel dan Bioskop Online Hadirkan Paket Ekonomis Mulai dari Rp5,5 Ribu
“Jadi, pertumbuhan ekonomi global masih akan turun,” ujar Airlanga.
Pemerintah mulai bertindak untuk menangani gejolak harga beras. Perum Bulog memercayakan Satgas Pangan Polri untuk mengatasi pelanggaran hukum yang mungkin terjadi terkait beras yang berakibat pada gejolak harga.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa pihaknya hanya bertanggung jawab dalam memastikan harga beras stabil di pasaran tanpa merugikan masyarakat.
’’Kalau ada pelanggaran hukum ya itu tugasnya kepolisian, Bulog enggak ikut, karena ada beberapa sudah terjadi kan peristiwa yang lalu. Misalnya pelanggaran terhadap undang-undang merek dan pelanggaran terhadap misalnya undang-undang soal penimbunan,” kata Bayu.
BACA JUGA:Tips Anggrek Agar Tumbuh Optimal, Harus Sesuaikan dengan Karakter Media Tanam
Bayu menyatakan bahwa Bulog mengutamakan perannya dalam menjaga stabilitas harga pasar, juga memperhatikan kualitas dan ketersediaan beras dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kalau Bulog gaya fighting-nya kan fighting market. Kita fighting-nya adalah fighting supaya antara langkah dia (distributor, ritel, pedagang) secara bisnis dengan kita justru tidak merugikan masyarakat. Jadi, Bulog bisa meredam apa yang dikatakan profit taking yang berlebihan,” kata Bayu.
Saat ini Bulog pun berupaya mengendalikan beras agar tidak terjadi spekulasi harga yang berlebihan.
“Kami berkoordinasi erat dengan beliau-beliau (Satgas Pangan), tapi tugas Bulog utamanya adalah dari sisi marketnya,” tutur Bayu.
BACA JUGA:AAUI Mencatat, Selam2024 Harta Benda Paling Laris Diasuransikan
Sebelumnya, Satuan tugas (Satgas) Pangan Polri melakukan pengawasan dan monitoring di hulu dan hilir terkait ketersediaan dan distribusi beras serta kecukupan stok beras yang ada pada masyarakat.
Kepala Satgas (Kasatgas) Pangan Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan mengatakan pengawasan dilakukan sebagai upaya menjaga stok dan harga beras.
Jenderal polisi bintang satu itu menjelaskan kegiatan monitoring yang dilakukan di tingkat hulu dengan memastikan tidak adanya kendala bagi petani beras dalam memproduksi hasil sawahnya.
"Monitoring juga tingkat hilir agar tidak terjadi simpul-simpul yang dapat menghambat kelancaran jalur distribusi sampai ke konsumen," ujarnya.
BACA JUGA:Selama 2023, PHE Temukan 1,4 Miliar Barel Migas Setara Minyak
Hasil monitoring Satgas Pangan Polri menunjukkan kenaikan harga beras karena faktor seperti gangguan cuaca, kenaikan biaya produksi, keterbatasan lahan, dan air. (ant/jpnn/c1/abd)