Dua Perusahaan Stockpile Sudah Pindah
KETIKA MASIH BEROPERASI Keberadaan stockpile batu bara yang dikeluhkan warga di wilayah Kecamatan Panjang, Bandarlampung, belum lama ini. -FOTO DOK. M. ARIF/RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG - Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana menyebut dua perusahaan stockpile (tempat penimbunan sementara) batu bara yang menyebabkan pencemaran udara di wilayah Sukaraja, Panjang, sudah pindah. Menurutnya, kedua perusahaan tersebut yaitu PT Sentra Mitra Energi (SME) dan PT Global Mahardika Logistik (GML) sudah mengosongkan lokasi penempatan batu bara sementaranya tersebut.
Itu dikatakannya saat ditemui di depan ruang kerjanya, Jumat (5/1). ’’Sudah, mereka sudah pindah kok,” singkatnya.
Diketahui, keberadaan stockpile batu bara di wilayah Kecamatan Panjang, Bandarlampung, sudah sangat meresahkan warga sekitar. Terutama yang tinggal di daerah Kelurahan Ketapangkuala, kecamatan setempat.
Salah seorang warga yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa keberadaan stockpile tersebut tidak lagi dapat ditoleransi. Sebab hampir setiap hari, warga dibuat susah karena harus membersihkan debu-debu batu bara yang mengotori rumah.
BACA JUGA:Pengusulan NI PPPK di Pemprov Lampung Mulai 15 Januari
’’Wah, sampai masuk dalam rumah Mas. Sudah enggak ngerti lagi saya,” katanya saat ditemui Radar Lampung tidak jauh dari kediamannya, Selasa (2/1).
Debu-debu tersebut dikatakannya sering melebihi batas ketika mengotori rumah-rumah warga. Di rumahnya sendiri, debu-debu dari tempat penampungan sementara baru bara tak hanya mengotori atap. Tetapi juga dinding, lantai dalam rumah, dan semua benda yang ada di sekitar rumah, termasuk tanaman.
’’Kalau enggak cepat kita sapu Mas, jalan di lantai itu langsung kelihatan cap kaki yang abis kita lewatin saking tebalnya debu,” jelasnya.
Belum lagi warga sekitar yang terdampak oleh debu sampai mengalami sakit gangguan pernapasan. ’’Kalau sakit udah sering Mas. Anak saya termasuk yang sering ke puskesmas,” tuturnya.
BACA JUGA:Minta Vaksin Covid-19, Diskes Berkirim Surat ke Kemenkes
Menurutnya, warga di sekitar termasuk dirinya sudah tidak memiliki keinginan lain selain stockpile segera ditutup. Mereka pun sudah beberapa kali mencoba protes dengan berbagai cara. Mulai mendatangi kantor kelurahan hingga melakukan demonstrasi, tetapi tak juga mendapat hasil yang diharapkan.
Terkait jika diberikan kompensasi akibat debu yang ditimbulkan oleh keberadaan stockpile itu, warga ini mengaku akan menolaknya. ’’Enggak peduli soal kompensasi Mas, maunya ditutup ajalah. Soalnya kan dampaknya bisa berkali-kali lipat itu,” ujarnya.
’’Bayangin, keluarga kita sakit, mesti berobat. Kalau sakit ya berobat lagi, ya enggak sebanding Mas,” lanjutnya.
Warga lain yang ditemui juga mengamini apa yang disampaikan sumber pertama tersebut. ’’Kami udah capek Mas protes sana-sini, tetapi ya tetep aja itu (stockpile) masih ada. Warga masih kesusahan,” jelasnya.