PDIP Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD, Hasto: Semua Demi Kepentingan Rakyat dan Konstitusi

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan partainya masih mengkaji wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD. -FOTO IST -

BANDUNG - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan partainya tengah mendalami usulan agar kepala daerah dipilih melalui DPRD. Kajian tersebut, menurut Hasto, akan menimbang aspirasi publik serta ketentuan konstitusi.
“Setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang kami cari adalah mana yang paling bermanfaat bagi rakyat,” ujarnya di Bandung, Minggu.
Hasto menjelaskan bahwa PDIP harus memastikan sistem pemilihan kepala daerah—langsung maupun lewat DPRD—mampu memperkuat demokrasi dan memberikan legitimasi yang kokoh bagi para pemimpin daerah.
Terlepas dari mekanisme yang dipakai, ia menilai kepemimpinan daerah harus berorientasi pada percepatan pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan ketidakadilan.
Sikap resmi PDIP, kata Hasto, akan diputuskan dalam Rakernas pada awal tahun mendatang. Dalam proses kajian, partai akan memperhatikan amanat konstitusi yang menekankan pemilihan demokratis serta manfaatnya bagi kualitas demokrasi nasional.
Ia juga mengingatkan bahwa pemilihan langsung pada awalnya dirancang untuk memberikan legitimasi kuat dari rakyat.
Meski demikian, Hasto memahami alasan munculnya kembali wacana pemilihan melalui DPRD, termasuk usulan Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia yang kemudian ditanggapi Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, beban biaya tinggi dalam pemilihan langsung dapat membuka peluang praktik korupsi karena mahalnya ongkos kampanye dan komunikasi politik. “Ini salah satu pertimbangan yang kami cermati,” ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil mengusulkan agar Pilkada kembali dipilih DPRD sebagai upaya menekan biaya politik. Presiden Prabowo juga menilai desain demokrasi perlu diarahkan untuk mengurangi beban biaya pemilu, termasuk kemungkinan menyerahkan pemilihan kepala daerah kepada DPRD kabupaten/kota maupun provinsi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memunculkan kembali wacana agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan secara langsung oleh masyarakat.
Menurut Tito, skema ini tetap sesuai dengan Pasal 18B ayat (4) UUD 1945 yang menyebut kepala daerah dipilih secara demokratis.
Tito menilai bahwa istilah “demokratis” dalam pasal tersebut tidak secara eksklusif berarti pemilihan langsung. Ia menekankan bahwa pemilihan melalui perwakilan rakyat, seperti DPRD, juga merupakan bentuk demokrasi, seraya mengingatkan bahwa praktik serupa diterapkan di berbagai negara persemakmuran, di mana perdana menteri dipilih oleh parlemen, bukan langsung oleh rakyat.
“Demokrasi perwakilan itu sah. Kalau ingin menunjuk kepala daerah langsung oleh pusat, itu perlu amandemen. Tapi jika lewat DPRD, itu masih dalam koridor konstitusi,” jelas Tito saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 29 Juli 2025.
Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda turut menanggapi wacana tersebut. Ia menyatakan bahwa pasal dalam UUD 1945 memang tidak secara tegas mengatur metode pemilihan kepala daerah. “Frasa ‘dipilih secara demokratis’ membuka ruang untuk interpretasi, apakah itu secara langsung atau tidak langsung,” ujarnya.
Wacana ini bukan kali pertama mencuat. Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga mengusulkan agar gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, sementara pemilihan bupati dan wali kota diserahkan kepada DPRD. Ia menilai cara ini bisa memangkas biaya politik yang tinggi serta mempercepat pembangunan.
Presiden Prabowo Subianto pun pernah menyampaikan pandangan senada dalam peringatan HUT Partai Golkar pada Desember 2024. Menurutnya, pelaksanaan Pilkada langsung memakan biaya besar, yang lebih baik dialokasikan untuk sektor penting seperti pendidikan dan infrastruktur.
Namun demikian, usulan ini menuai beragam reaksi. Sebagian pihak menganggapnya sebagai bentuk kemunduran demokrasi karena berpotensi mengurangi partisipasi rakyat dalam memilih pemimpinnya secara langsung.
Sebelumnya, Kekhawatiran muncul mengenai potensi pengabaian aspirasi masyarakat oleh kepala daerah jika sistem pemilihan kepala daerah bergeser dari pilkada langsung menjadi penunjukan oleh DPRD.
Mekanisme penunjukan oleh DPRD dianggap berisiko merusak prinsip check and balances dalam sistem demokrasi.
Seorang perwakilan TII (Transparency International Indonesia)  Felia Primaresti menegaskan bahwa jangan sampai DPRD memilih kepala daerah yang hanya memprioritaskan kepentingan mereka sendiri, yang bisa mematikan partisipasi publik yang seharusnya menjadi inti dari demokrasi lokal.
“Posisi eksekutif, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, membutuhkan legitimasi yang kuat dari rakyat. Mengganti pilkada langsung menjadi penunjukan oleh DPRD dapat melemahkan demokrasi lokal,” ujar perwakilan TII tersebut.
Ia menambahkan bahwa pilkada langsung memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, yang pada akhirnya memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi lokal.
 “Pilkada langsung memberi rakyat hak penuh untuk menentukan pemimpin mereka, menciptakan rasa keterlibatan, dan kepemilikan dalam demokrasi,” katanya.
Selain itu, pilkada langsung juga memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin terbaik menurut mereka, yang memperkuat prinsip demokrasi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, TII merekomendasikan agar sistem pilkada langsung tetap dipertahankan.
“Pilkada langsung memberikan rakyat kuasa politik yang lebih bermakna, menciptakan demokrasi yang lebih kuat, dan memastikan pemimpin yang terpilih memiliki legitimasi langsung dari masyarakat,” tegasnya.
Namun, jika mekanisme pemilihan oleh DPRD diterapkan, TII menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap integritas DPRD dan partai politik. Selain itu, rekam jejak, kompetensi, dan seleksi calon kepala daerah harus dibuka kepada publik.
“DPRD adalah lembaga publik yang tunduk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Proses penunjukan kepala daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna,” tambah Felia.
Sebelumnya, Penghematan anggaran lantaran usulan Presiden Prabowo Subianto agar pilkada dipilih oleh DPRD perlu dikaji. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni.
Menurut dia, Kemendagri belum menghitung secara pasti penghematan anggaran jika pilkada tidak dipilih langsung oleh rakyat. Namun sejauh ini, anggaran pilkada secara langsung sudah bisa terhitung secara jelas.
 “Untuk Bawaslu, KPU, TNI, dan Polri. Itu jelas. Tapi untuk pilkada yang lain, ini kita masih belum tahu. Kalau sudah tahu nanti bisa kita hitung,” kata Fatoni usai Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah di Jakarta, Rabu.
Sebagai Pj Gubernur Sumatera Utara, dia mengatakan anggaran untuk Pilkada 2024 di daerah tersebut menelan biaya sebesar Rp1 triliun lebih. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara hanya memiliki anggaran sebesar Rp14 triliun.
“Kan besar sekali itu gambarannya. Nanti di daerah teman-teman bisa cek. Kan ada itu, anggaran pilkada itu untuk KPU, Bawaslu, TNI, dan Polri. Itu cukup besar,” tutur dia.
Selain itu, dia mengatakan pihaknya pun bakal menghitung biaya yang telah digunakan untuk Pilkada Serentak 2024 dari seluruh daerah di Indonesia, termasuk anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengajak seluruh ketua umum dan pimpinan partai politik yang hadir, untuk memperbaiki sistem politik yang menghabiskan puluhan triliun dalam satu-dua hari setiap penyelenggaraan pemilu.
“Saya lihat, negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah DPRD itu lah milih gubernur, milih bupati. Efisien, nggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya,” kata Presiden dalam sambutannya di acara HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12).
Dia menyebut uang yang dikeluarkan untuk biaya pemilu bisa digunakan untuk memberikan akan-anak makan, memperbaiki sekolah, hingga memperbaiki irigasi. (ant/c1/abd)




Tag
Share