BNN Bersama BAIS Tangkap Buronan Sabu 2 Ton di Kamboja
DITANGKAP: Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama BAIS TNI dan Kepolisian Kamboja berhasil menangkap buronan Dewi Astutik. Penangkapan dilakukan di Sihanoukville, ibu kota kota Provinsi Preah Sihanouk, Kamboja. -Foto istimewa -
Jakarta – Penangkapan buronan kelas kakap Dewi Astutik alias PA/Jinda/Dinda (43) di Kamboja oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Interpol dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI pada awal Desember 2025 menjadi capaian besar dalam upaya memutus peredaran narkotika internasional. Operasi lintas negara ini juga mempertegas fokus aparat terhadap target buronan terbesar Indonesia yang hingga kini masih bebas, yakni Fredy Pratama.
Dewi Astutik selama ini dikenal sebagai figur sentral dalam jaringan penyelundupan narkoba berskala global. Ia terlibat dalam operasi pemasukan sabu seberat 2 ton yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 5 triliun. Walaupun penangkapannya adalah langkah penting, aparat menilai ini baru permulaan untuk mengungkap jaringan yang lebih besar yang dikendalikan oleh Fredy Pratama.
Kepala BNN Komjen Pol Suyudi Ario Seto mengungkapkan berdasarkan analisis intelijen, terdapat dua WNI yang mendominasi peredaran narkoba dari kawasan Golden Triangle—wilayah produsen narkoba terbesar di Asia Tenggara yang meliputi Myanmar, Laos, dan Thailand. Salah satu nama yang paling dominan adalah Fredy Pratama.
Golden Triangle selama puluhan tahun menjadi pusat produksi opium, heroin, dan kini metamfetamina. Keterlibatan warga negara Indonesia dalam rantai pasok kawasan ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh jaringan mereka terhadap pasar narkotika Indonesia maupun negara sekitarnya.
Fredy Pratama, pria asal Kalimantan, menjadi sosok yang mengendalikan jalur distribusi dari hulu hingga hilir. Dalam jaringan itu, Dewi Astutik memainkan peran penting sebagai operator lapangan dan penghubung antarwilayah.
Seusai penangkapan, tim penyidik BNN melakukan pemeriksaan mendalam terhadap Dewi untuk menelusuri rute penyelundupan, pola distribusi, hingga struktur organisasi yang menopang bisnis kriminal Fredy Pratama. Informasi dari Dewi diharapkan menjadi kunci untuk memetakan lokasi persembunyian Fredy dan membongkar seluruh aktor yang terlibat.
Jaringan Fredy dikenal beroperasi dengan metode kartel: berskala besar, terorganisasi, dan memiliki struktur komando yang rapi. Skala operasinya terbukti pada kasus penggagalan penyelundupan 10,2 ton sabu oleh Bareskrim Polri pada tahun 2023, yang disebut sebagai pengiriman terbesar dalam sejarah Indonesia. Sindikat itu dikaitkan langsung dengan Fredy Pratama yang kerap dijuluki “Escobar dari Indonesia”.