UU KUHAP Disahkan, Penangkapan hingga Penyadapan Wajib Izin Pengadilan
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman -FOTO WIKIPEDIA -
JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meluruskan sejumlah hoaks terkait Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun sejumlah hoaks yang beredar yaitu soal polisi yang bisa menyadap tanpa izin pengadilan, polisi bisa sewenang-wenang menangkap, polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronik, serta polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua rekening onlinemu.
’’Hoaks, kalau beredar informasi bahwa KUHAP baru mengatur agar polisi bisa menyadap secara sewenang-wenang tanpa izin pengadilan, membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online, mengambil ponsel, laptop, dan data. Juga hoaks bahwa polisi bisa sewenang-wenang menangkap, menggeledah, melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Semuanya hoaks, alias tidak benar sama sekali," kata Habiburokhman di Jakarta, Selasa (18/11).
Ia menjelaskan Pasal 135 ayat (2), persoalan penyadapan akan diatur sendiri melalui undang-undang.
Ia menegaskan bahwa semua fraksi sepakat jika penyadapan harus seizin ketua pengadilan.
"Kami perlu klarifikasi bahwa menurut Pasal 135 ayat (2) KUHAP yang baru, hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP, tapi akan kita atur di UU tersendiri yang membahas soal penyadapan," kata Habiburokhman.
"Sejauh ini kalau dari pembicaraan lintas fraksi di Komisi III hampir semua fraksi, bahkan semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan," sambung dia.
Selain mengenai penyadapan, Habiburokhman juga menanggapi isu kewenangan aparat dalam memblokir tabungan dan melakukan penyitaan. Ia berujar kewenangan itu masih memerlukan izin dari majelis hakim.
Berikutnya, Pasal 44 KUHAP baru juga menegaskan bahwa semua bentuk penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri.
Diketahui meskipun mendapatkan berbagai komentar dan penolakan, RUU KUHAP disahkan dalam sidang paripurna DPR RI Selasa 18 November 2025.
Supratman Andi Agtas selaku Menteri Hukum Indonesia menyampaikan bahwa RUU KUHAP sebelum dibawa ke sidang pripurna telah diselesaikan pembicaraannya dengan tingkat satu dengan keputusan dan menyetujui untuk dibicarakan ke tingkat 2.
Dalam sidang tersebut, Supratman juga menyampaikan tanggapan presiden bahwa pemerintah berpendapat jika pembaharuan ini merupakan agenda penting dalam penegakan hukum di Indonesia.
Adapun prosesnya pembuatan RUU KUHAP menurutnya telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, aparat hukum, praktisi hukum, aparat penegak hukum serta masyarakat umum.
KUHAP merupakan hukum formil yang mengatur penegakan hukum di Indonesia mulai dari, penyidikan, penyelidikan hingga penetapan hukum serta penahanan di Indoneisia.