Budi Arie Ditolak Kader Gerindra karena Terlalu Pragmatis

Pengamat menyebut fenomena penolakan Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi yang mau menjadi kader Gerindra menunjukkan catatan buruknya tak kunjung usai.-FOTO IST -

JAKARTA - Ketua Umum Projo Budi Arie dikenal sebagai loyalis mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, ia kini menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Partai Gerindra.
Pengamat politik Citra Institute Efriza menilai Budi Arie memiliki sikap yang pragmatis dalam berpolitik. ’’Jika dianggap Budi Arie loyalis Jokowi tetapi bersiap mengkhianati Jokowi, itu memang karakter dirinya yang pragmatis,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Senin (17/11).
Menurutnya, pilihan Budi Arie untuk bergabung dengan Gerindra wajar karena kepentingan politiknya ke depan.
Sebagai seorang politisi, Budi Arie menyadari bahwa kekuasaan kini berada di tangan Prabowo, dan jika tidak merapat ke Gerindra, karir politiknya bisa tamat.
Selain itu, Budi Arie juga dilanda masalah terkait kasus judi online (Judol), yang semakin memperkecil ruang geraknya dalam dunia politik. Pasca direshuffle, ia akan sulit untuk mencari pendanaan politiknya jika tidak merapat ke Gerindra.
“Pasca reshuffle kemarin, Budi Arie semakin terpinggirkan dalam politik. Jika tidak merapat ke Prabowo, karir politiknya akan perlahan-lahan tenggelam,” jelasnya.
Namun, bergabung dengan Gerindra juga tidak akan semulus yang dibayangkan. Meski partai Gerindra bersifat terbuka, ada kemungkinan Budi Arie dan Projo akan mendapat penolakan dari berbagai elemen partai, baik relawan, sayap partai, maupun elite-elite partai. “Budi Arie tidak akan mulus untuk bergabung bersama Gerindra,” katanya.
Ada beberapa catatan negatif yang menyertai Budi Arie yang bisa memicu resistensi. Pertama, keterkaitannya dengan kasus Judol yang dikhawatirkan bisa membawa sentimen negatif terhadap Gerindra.
Kedua, Budi Arie pernah menolak Prabowo dan Gerindra bergabung dalam pemerintahan Jokowi, yang menunjukkan adanya sejarah konflik politik.
Ketiga, meskipun Budi Arie loyal kepada Jokowi, ia dianggap tidak sepenuhnya berjuang untuk memenangkan Prabowo selama ini.
“Ini menunjukkan kekhawatiran bahwa Budi Arie mungkin memiliki agenda tersembunyi jika bergabung ke Gerindra,” ungkapnya.
Selain itu, Budi Arie juga tercatat pernah direshuffle oleh Presiden Jokowi, yang menambah keraguan terhadap kontribusinya dalam meningkatkan elektabilitas Gerindra.
“Jika Budi Arie dan/atau Projo diistimewakan, tentu saja akan menghadirkan resistensi dari para relawan Prabowo, sayap partai, dan elite-elite partai,” tandasnya.
Diketahui, Santer kabar Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi bakal bergabung ke Partai Gerindra memantik kader daerah bersuara untuk waspada.
Pasalnya, Budi Arie Setiadi pernah menjadi Menteri Komunikasi dan Digitalisasi (Komdigi) RI dan namanya disebut-sebut dalam surat dakwaan kasus pemblokiran situs judi online (Judol).
Ketua DPC Partai Gerindra Lampung Selatan, M. Syaiful Anwar, menyatakan wacana bergabungnya Budi Arie ke partai besutan Presiden Prabowo Subianto itu, dimungkinkan dinilai publik merupakan upaya untuk mencari perlindungan politik.
“Gerindra dibangun atas dasar perjuangan, bukan perlindungan. Kami berharap DPP mempertimbangkan langkah ini secara bijak agar tidak mengaburkan nilai-nilai perjuangan partai,” kata Syaiful, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/11/2025).
Meski demikian, Syaiful menghormati hak setiap warga negara yang ingin berjuang melalui jalur politik khususnya di Partai Gerindra, termasuk Budi Arie.
Paling tidak, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Gerindra perlu melakukan kajian secara komprehensif demi menghindari persepsi negatif terhadap arah politik Partai Gerindra.
“Kami khawatir jika langkah Budi Arie ini tidak dijelaskan secara terbuka, publik akan menilai Gerindra sebagai tempat berlindung bagi tokoh-tokoh yang sedang mendapat sorotan. Ini bisa berdampak pada kepercayaan terhadap partai dan Presiden Prabowo,” kata Wakil Bupati Lampung Selatan itu.
Apalagi, pernyataan Budi Arie dalam Kongres III Projo di Jakarta Selatan (1/11), menyebut rencana dirinya masuk ke  Partai Gerindra atas permintaan langsung Presiden Prabowo Subianto. Jika terjadi, hal itu sebagai bentuk dukungan terhadap visi dan program pemerintah.
Menurut Syaiful sebagai kader Partai Gerindra, klaim sepihak itu perlu diklarifikasi agar tak menimbulkan kesan keputusan partai dilandasu kepentingan pribadi semata.
“Partai ini memiliki mekanisme dan etika politik. Setiap kader harus berangkat dari komitmen terhadap perjuangan rakyat, bukan karena ingin berada di lingkar kekuasaan,” bebernya.
Syaiful menegaskan sikap DPC tersebut bukanlah bentuk perlawanan terhadap keputusan pusat, namun lebih kepada ekspresi kewaspadaan kader daerah demi menjaga marwah partai.
’’Kami di daerah hanya ingin memastikan Gerindra tetap dipercaya rakyat sebagai partai yang tegas, bersih, dan konsisten memperjuangkan kepentingan bangsa,” tandas Syaiful. (disway/c1/yud)

Tag
Share