Pesantren dan Santri Penjaga Peradaban
HALAQAH: Rektor UIN RIL Prof. Hi. Wan Jamaluddin Z., M.Ag., Ph.D. saat sambutan dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Pesantren yang digelar di Ballroom UIN RIL, Sabtu (15/11). --FOTO HUMAS UIN RIL
BANDARLAMPUNG - Pesantren dan para santri merupakan kekuatan utama yang menjaga keberlanjutan peradaban Islam sekaligus fondasi kemajuan bangsa. Hal ini ditegaskan Rektor Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) Prof. Hi. Wan Jamaluddin Z., M.Ag., Ph.D. dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Pesantren yang digelar di Ballroom UIN RIL, Sabtu (15/11).
Prof. Wan menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Pendis yang telah mempercayakan UIN RIL menjadi tuan rumah penyelenggaraan halaqah. Ia menyebut kehadiran seluruh peserta sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam merawat tradisi pesantren, memperkuat kelembagaan, serta menjamin keberlanjutan nilai-nilai Islam yang ramah, inklusif, dan berkeadaban.
’’Halaqah ini adalah momentum yang sangat bersejarah. Tidak setiap generasi diberi kesempatan menyaksikan fase penting seperti lahirnya Ditjen Pesantren,” ujar Prof. Wan.
Prof. Wan menyampaikan bahwa hampir seluruh pimpinan UIN RIL merupakan alumni pesantren, mulai dari rektor, wakil rektor, dekan, hingga kepala biro. Menurutnya, hal ini menjadi kekuatan yang membawa kampus berkembang pesat dan meraih berbagai penghargaan.
’’Maka wajar, di tangan para santri yang kini mengemban amanah di perguruan tinggi, kampus ini bertabur prestasi, menjadi kampus paling hijau, paling lestari, dan berkelanjutan. Semua didesain, dipikir, ditulis, dan dipertahankan oleh tangan-tangan santri yang kini menjadi profesor, doktor, magister, dan seterusnya,” ungkap Prof. Wan.
Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Bidang Sejarah Peradaban Islam ini juga menguraikan bagaimana pesantren telah berulang kali membuktikan diri sebagai institusi paling tahan banting dalam sejarah Nusantara.
Prof. Wan mengutip pandangan orientalis Eropa yang heran melihat Islam tetap berdiri kokoh setelah kejatuhan Baghdad pada 1258 M.
’’Banyak yang mengira Islam habis dan punah seiring runtuhnya peradaban Abbasiyah dan Umayyah. Namun justru muncul kekuatan baru, wajah Islam dalam bentuk kekuatan kultural melalui lembaga pendidikan keagamaan dan gerakan tarekat tasawuf atau sufisme,” jelas Prof. Wan.