Tujuh Tahun Tak Kunjung Terbit, Kepala BPN Lampung Selatan Akui Teledor

Kepala Kantor ATR/BPN Lampung Selatan Rizal Rasyuddin saat memberikan keterangan terkait penyelesaian sertifikat PTSL yang tertunda sejak 2018.--

Kasus ini bermula dari keluhan warga Desa Sidowaluyo, Kecamatan Sidomulyo, berinisial H. Ia menyebut sang istri, ES, mengajukan penerbitan sertifikat melalui program PTSL, tetapi hingga kini belum ada kejelasan sejak pengajuan pada tahun 2018.

Ketua LSM Pro Rakyat, Aqrobin A.M., menilai lambatnya proses tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan dalam pelayanan penerbitan sertifikat.

’’BPN ini terlalu banyak persoalan. Kami tidak menuduh, tetapi secara lembaga terlihat kusut dan harus disikapi. Kasihan warga yang sudah menunggu bertahun-tahun,” kata Aqrobin saat dikonfirmasi, Rabu (5/11).

Ia mengatakan program PTSL digulirkan pemerintah untuk mempermudah masyarakat memperoleh legalitas tanah, tetapi dalam praktiknya sering terkendala.

’’Warga sudah mengikuti aturan, namun prosesnya terhambat dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Banyak oknum yang melenceng dan ini tidak boleh didiamkan,” tegasnya.

Melihat persoalan ini, pihaknya menyatakan siap mengambil langkah lebih jauh untuk mengawal kasus tersebut.

“Kami siap mengevaluasi kinerja BPN Lampung Selatan. Bila perlu kami bersurat ke Kementerian ATR/BPN, Komisi II DPR RI, dan pihak terkait lainnya,” tambahnya.

Aqrobin juga menilai, kekosongan tanggung jawab sering terjadi saat terjadi pergantian kepemimpinan di lingkungan BPN.

“Sering kali masalah lama dibiarkan dengan alasan bukan terjadi pada masa jabatannya. Justru karena baru, seharusnya berani membereskan yang tidak benar,” kata dia.

Ia menyatakan siap mendampingi warga yang kesulitan dalam proses penerbitan sertifikat, sepanjang ada permintaan dari masyarakat.

“Kami akan membantu sebisa mungkin. Lembaga kami sah dan punya jaringan ke Kanwil BPN. Kalau kedekatan ini bisa bermanfaat untuk masyarakat, kenapa tidak,” ujarnya.

Diketahui, H dan ES mengajukan sertifikat lahan sawah seluas hampir setengah hektare melalui program PTSL pada awal 2018. Dalam pengajuan tersebut, lahan dipecah menjadi dua sertifikat atas nama RA dan ES.

’’Persyaratan sudah lengkap dan diajukan lewat Kantor Desa Sidoasri, Kecamatan Candipuro,” kata H.

Namun, meski datanya diajukan bersamaan, sertifikat atas nama RA terbit pada tahun yang sama, sementara sertifikat ES belum selesai hingga sekarang. (hdk/c1/abd) 

 

Tag
Share