UMKM Sulit Bersaing dengan Produk Thrifting
Pedagang pakaian bekas impor. --FOTO BERITASATU.COM/ROY TRIONO
’’Sementara hal tersebut tidak tersedia di dalam negeri atau domestik yang harganya memang masih tinggi karena harga bahan bakunya cukup tinggi,” ungkapnya, seraya menyebut bahwa pedagang thrifting ini dalam skala usaha mereka juga termasuk UMKM.
Hermawati mengakui bahwa sebenarnya ongkos produksi pelaku UMKM tidak bisa menekan harga. Hal ini juga ditambah dengan daya beli masyarakat yang terbatas. Jadi masyarakat akan mencari barang-barang yang berkualitas tetapi murah.
Menurutnya, produk domestik tidak kalah dalam hal kualitas. Hanya untuk mengejar harga relatif murah dengan produknya yang terbilang bagus, sulit bersaing dengan harga cuma Rp10.000–Rp20.000.
’’Ketika pakaian itu di-laundry lalu langsung dipakai, orang tidak akan melihat apakah itu pakaian bekas atau tidak. Nah, itu yang menjadi salah satu PR pemerintah sebenarnya, bagaimana caranya ongkos produksi dari pelaku UMKM ini bisa ditekan,” paparnya.
Hermawati meminta pemerintah memberi masa transisi bagi pedagang kecil yang selama ini bergantung pada penjualan pakaian thrifting.
’’Sebaiknya penjual didata dulu. Kalau masih ada stok lama, boleh dijual sampai habis, tetapi setelah itu tidak boleh lagi. Kalau masih menjual lagi berarti memang melanggar,” jelasnya.
Selain itu, Hermawati menekankan agar kebijakan tersebut tidak berhenti pada pernyataan semata dan benar-benar dijalankan dengan pengawasan yang ketat serta aturan yang jelas.
’’Implementasinya harus benar-benar diawasi. Jangan sampai hanya jadi pernyataan tanpa tindakan. Harus ada aturannya dan pelaksanaannya di lapangan,” ujar Hermawati.