Terdakwa Aborsi Belajar dari YouTube

SIDANG PERDANA: Terdakwa kasus aborsi jalani sidang perdana Pengadilan Negeri Tanjungkarang. -FOTO DWI RAHMAWATI -

Pelaku Didakwa Pasal Berlapis
BANDARLAMPUNG – Seorang mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Ferdi Dwisaputra Sarbayu (21), didakwa melakukan kekerasan terhadap anak hingga mengakibatkan kematian. Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa (28/10).
Ferdi didakwa melakukan aborsi saat melahirkan seorang bayi perempuan di kamar kos tanpa bantuan medis, lalu bayi tersebut dibuang ke Sungai (Way) Sekampung, Tegineneng, Pesawaran.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Kejari Bandarlampung Candrawati Reski Prastuti menjelaskan peristiwa aborsi bermula pada 18 Juni 2025 di Kosan Mama yang berada di Jalan Bumi Manti I, Kelurahan Kampungbaru, Kecamatan Labuhanratu, Bandarlampung.
Ketika itu, Siska Loviani yang sedang hamil 8 bulan mengalami sakit perut. Siska lalu dan mengirim pesan serta voice note kepada terdakwa Ferdi untuk meminta pertolongan. Namun, Ferdi tidak segera datang karena mengira keluhan itu bukan tanda-tanda akan melahirkan.
Keesokan harinya, Siska melahirkan seorang bayi perempuan di kamar kosnya dengan bantuan Ferdi. “Terdakwa Ferdi sempat mencari panduan persalinan melalui video di YouTube, membersihkan darah, dan memotong tali pusar menggunakan gunting. Namun, karena panik dan takut hubungan mereka diketahui publik, terdakwa Ferdi membekap mulut dan hidung bayi hingga tidak bernapas,” kata jaksa dalam sidang.
Setelah memastikan bayi tak bergerak, ia melilitkan jilbab ke bagian mulut dan leher bayi, lalu memasukkan jasadnya ke dalam tas merah. Sekitar pukul 22.00 WIB, Ferdi membawa tas berisi jasad bayi dengan sepeda motor milik temannya. Ia semula berencana kembali ke kos, tetapi karena sempat tertahan kereta api di rel, Ferdi mengubah arah dan berhenti di jembatan Tegineneng. Di tempat itu, ia akhirnya membuang jasad bayi ke sungai.
Atas perbuatan tersebut, Ferdi didakwa dengan Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 304 KUHP tentang penelantaran terhadap orang yang wajib dipelihara. Saat keluar dari sidang, Ferdi hanya tertunduk seraya berjalan ke ruang tahanan. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Diwawancarai usai sidang, pengacara Ferdi, Tarmizi mengtakan peristiwa tersebut berawal dari hubungan di luar nikah antara Ferdi dan Siska yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan. Tarmizi membantah kliennya berencana melakukan aborsi.
“Awalnya mereka berencana menunggu bayi lahir normal dan akan dirawat, tapi ternyata Siska melahirkan lebih cepat dari perkiraan. Dalam kondisi panik dan kalut, keduanya melakukan tindakan di luar nalar,” jelas  Tarmizi.
Hasil visum et repertum Rumah Sakit Bhayangkara menyatakan bahwa bayi tersebut lahir hidup dan meninggal akibat asfiksia (mati lemas) karena hambatan jalan napas dan kekerasan tumpul di pipi serta leher.
Sementara itu, Siska Loviani yang mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara oleh teman-temannya, namun nyawanya tidak tertolong.
Berdasarkan hasil pemeriksaan DNA, bayi tersebut dipastikan merupakan anak biologis terdakwa Ferdi dengan probabilitas 99,9999995 persen. “Kami tidak mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa dan akan melanjutkan ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi,” kata Tarmizi. (mk-rahma/c1/nca)

Tag
Share