PAD Jeblok, OPD Pemprov Lampung Baru Sibuk Mau “Action”
Radar Lampung Baca Koran--
“Jangan target terlalu tinggi tapi realisasi rendah. Jangan pula terlalu rendah hanya karena tidak mau kerja keras,” tandasnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung, Slamet Riadi, mengakui masih banyak potensi PAD yang belum tergarap maksimal. Mulai dari retribusi pemakaian jalan untuk reklame, bando, hingga penanaman kabel fiber optik, hingga aset daerah yang selama ini tidak produktif.
“Kami tengah menyiapkan sistem informasi retribusi terintegrasi agar tertib administrasi dan masyarakat lebih mudah bertransaksi,” ujarnya.
Slamet juga mengungkap bahwa sejumlah OPD sedang mengajukan penyesuaian tarif retribusi, antara lain di Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan, hingga Badan Penghubung. Namun, proses birokrasi yang panjang membuat dampak finansialnya belum terasa tahun ini.
Terpisah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mulai mengoptimalkan berbagai sumber pendapatan alternatif sebagai respons atas pemangkasan dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, menegaskan bahwa setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kini didorong berinovasi menggali potensi aset yang mereka miliki.
Menurut Marindo, Pemprov bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) telah melakukan analisis dan kajian terhadap potensi penerimaan di tiap OPD.
Tidak hanya mengandalkan pola tradisional seperti penyewaan aset, Pemprov mendorong pengelolaan yang lebih kreatif dan bernilai ekonomis tinggi.
“Setiap OPD punya potensi penerimaan, minimal dari aset yang ada. Inovasinya adalah bagaimana aset itu tidak sekadar disewakan, tapi digerakkan menjadi model bisnis yang bisa memberi keuntungan lebih bagi daerah,” ujar Marindo saat ditemui di lobi Kantor Gubernur Lampung, Rabu 15 Oktober 2025.
Salah satu bentuk inovasi tersebut adalah skema kerjasama pemanfaatan aset. Dengan model ini, aset milik Pemprov dapat menghasilkan nilai lebih dibanding hanya disewakan berdasarkan ketentuan tarif Perda atau Pergub.
Marindo mencontohkan pemanfaatan lahan di bawah dan bahu jalan milik Pemprov Lampung yang digunakan operator fiber optik.
Ia menyebutkan, aset tersebut tercatat dan dikelola oleh Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK), sehingga wajar jika dimaksimalkan sebagai sumber penerimaan.
“Itu bagian dari pemanfaatan aset pemerintah daerah. Sama halnya dengan lahan yang dipakai untuk ATM. Fiber optik pun menggunakan aset kita, dan itu bisa menjadi sumber penerimaan,” jelasnya.
Selain itu, Pemprov juga kembali mengintensifkan penerimaan dari Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah (SP3D).
Meski tidak dikategorikan sebagai inovasi baru karena telah diatur dalam Perda sejak 2014, kebijakan ini digencarkan kembali untuk menutup keterbatasan fiskal.