Bawaslu Tegaskan Penguatan Kewenangan Pasca Putusan MK untuk Pemilu Berkeadilan

Anggota Bawaslu Herwyn J.H. Malonda menekankan pentingnya penguatan kewenangan pengawas pemilu dalam forum diskusi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.-FOTO DOK. BAWASLU -
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan komitmennya memperbaiki tata kelola penyelenggaraan pemilu dan pemilihan setelah Pemilu 2024. Anggota Bawaslu Herwyn J.H. Malonda mengatakan bahwa penguatan kewenangan, khususnya dalam penanganan pelanggaran administratif, menjadi salah satu fokus utama agar prinsip pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil benar-benar terwujud.
’’Hal yang harus menjadi perhatian adalah penguatan kewenangan Bawaslu, terutama terkait pelanggaran administrasi,” ujar Herwyn dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Evaluasi Tata Kelola Organisasi Pengawas Pemilu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jumat (27/9).
Herwyn menilai, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 104/PUU-XXIII/2025, perlu dilakukan penguatan kelembagaan dan kapasitas pengawas pemilu di semua tingkatan. Putusan tersebut menegaskan bahwa keputusan Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilihan memiliki kekuatan hukum mengikat, bukan sekadar rekomendasi. Dengan demikian, kedudukannya kini sejajar dengan penanganan pelanggaran administrasi pada pemilu.
“Ketentuan ini signifikan karena sanksi administratif seringkali lebih ditakuti peserta pemilu dibanding sanksi pidana. Bahkan, sanksi administrasi bisa berujung pada diskualifikasi,” jelasnya.
Selain itu, Herwyn menyoroti persoalan perbedaan aturan batas waktu penanganan pelanggaran pidana antara pemilu dan pemilihan. Menurutnya, penanganan pelanggaran pidana pemilu diberikan waktu tujuh plus tujuh hari kerja, sedangkan untuk pemilihan hanya tiga plus dua hari kerja. Ia mendorong adanya harmonisasi regulasi dalam revisi undang-undang ke depan.
“Dua hal penting yang harus diperhatikan adalah regulasi yang belum sepenuhnya mendukung serta kebutuhan meningkatkan profesionalisme dan integritas jajaran pengawas,” tegasnya.
Herwyn juga mengungkapkan bahwa Bawaslu saat ini sedang mengumpulkan berbagai masukan dari akademisi, praktisi, dan masyarakat untuk disusun menjadi naskah akademik. Naskah tersebut akan dijadikan bahan rekomendasi perubahan kebijakan maupun undang-undang kepemiluan, dengan fokus pada pencegahan, penindakan, serta penguatan fungsi pengawasan.
Ia menambahkan, ruang diskusi akademik mengenai desain sistem politik dan kepemiluan perlu terus diperluas. Bawaslu, kata dia, berkomitmen menyelenggarakan forum-forum evaluasi dan penguatan kelembagaan yang melibatkan banyak pihak.
“Tujuannya bukan hanya menciptakan pengawasan yang responsif, tetapi juga progresif dan proaktif agar pemilu berkeadilan benar-benar bisa terwujud,” tutup Herwyn. (bwl/c1/abd)