PalmCo Kelola 14 Ribu Hektare HCV untuk Lindungi Spesies Langka
PTPN IV PalmCo mengusung pendekatan keberlanjutan yang dimulai dari perlindungan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV).-Foto Ist-
JAKARTA, RADAR LAMPUNG - PTPN IV PalmCo, subholding dari PTPN III (Persero), beroperasi di wilayah Sumatera dan Kalimantan—dua pusat utama produksi kelapa sawit Indonesia. Meski fokus pada industri perkebunan, perusahaan ini mengedepankan komitmen keberlanjutan dengan menjaga kawasan hutan bernilai konservasi tinggi atau High Conservation Value (HCV).
Tercatat, PalmCo mengelola lebih dari 14 ribu hektare HCV yang tersebar di 96 titik di kedua pulau tersebut. Area ini menjadi rumah bagi satwa langka seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, beragam jenis primata, dan tumbuhan endemik yang terancam punah.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa menegaskan bahwa perlindungan keanekaragaman hayati adalah bagian penting dari strategi bisnis.
“Keanekaragaman hayati yang terjaga adalah prasyarat bagi keberlanjutan produktivitas perkebunan. Dengan prinsip No Deforestation, Peat, and Exploitation yang kami pegang sejak dua dekade lalu, komitmen PalmCo jelas dalam mengelola area konservasi,” ujar Jatmiko di Jakarta, Senin (11/8).
Untuk memastikan pengelolaan berjalan efektif, PalmCo mengimplementasikan pendekatan High Conservation Value–High Carbon Stock (HCV–HCS) yang diakui secara internasional. Penilaian dan monitoring dilakukan secara berkala dengan melibatkan tenaga ahli internal maupun eksternal.
Kawasan tersebut dijaga dari ancaman perambahan, pembukaan lahan, hingga perburuan liar melalui patroli rutin dan program edukasi masyarakat.
Pengelolaan di wilayah sungai dan sumber air meliputi perlindungan batas sempadan, larangan penggunaan bahan kimia, rehabilitasi vegetasi pakan satwa, serta sosialisasi berkelanjutan. Edukasi tidak hanya diberikan kepada warga sekitar, tetapi juga seluruh karyawan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga flora dan fauna.
“Kawasan konservasi bukanlah ruang mati dalam bisnis perkebunan, tetapi ruang hidup yang memiliki nilai ekologis dan sosial. Kami percaya, apa yang dijaga hari ini akan menjadi warisan ekologis berharga bagi generasi mendatang,” tegas Jatmiko. (*)