Pemblokiran Rekening Dormant Dinilai Rugikan Masyarakat

Ilustrasi buku rekening tabungan--FOTO ISTIMEWA
Ketiga, pemblokiran rekening menimbulkan biaya tambahan bagi nasabah. Pemblokiran rekening, menurut Huda, menimbulkan biaya langsung dan tidak langsung yang dibebankan kepada masyarakat. Mulai dari biaya transportasi untuk reaktivasi hingga kerugian ekonomi akibat transaksi yang tertunda.
’’Apakah PPATK atau bank mau menanggung biaya dan waktu yang terbuang karena pemblokiran ini?” ungkap Huda.
Keempat, rekening aktif justru lebih rentan disalahgunakan. Huda juga menyoroti bahwa rekening yang aktif justru lebih berpotensi digunakan dalam jaringan judi online atau tindak pidana lain. Sementara rekening tidak aktif yang tidak menimbulkan risiko malah dibekukan.
’’Yang pasif dibekukan, yang aktif dibiarkan. Ini logika yang keliru,” kata Huda.
Kelima, wewenang pemblokiran bukan milik PPATK. Merujuk pada UU No. 8 Tahun 2010, Huda menegaskan bahwa kewenangan pemblokiran rekening hanya dimiliki oleh penyidik, jaksa, hakim, atau OJK dalam konteks tertentu.
PPATK hanya berwenang meminta bank menunda transaksi mencurigakan, bukan membekukan rekening secara sepihak.
Keenam, gunakan teknologi Payment ID dan bukan pemblokiran massal. Sebagai alternatif solusi, Huda menyarankan pemerintah menggunakan sistem Payment ID yang akan diluncurkan dalam waktu dekat untuk melacak alur transaksi keuangan secara real-time. Langkah ini dinilai lebih akurat dan tidak merugikan masyarakat secara luas.