Kejagung Sita 5 Mobil Mewah dan Uang Tunai Terkait Riza Chalid, Diduga Upaya Hilangkan Jejak

Mobil-mobil mewah yang terafiliasi dengan Riza Chalid disita Kejagung dalam penggeledahan terkait kasus korupsi minyak mentah. -FOTO DOK. KEJAGUNG -

JAKARTA – Tim Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita lima mobil mewah yang diduga terafiliasi dengan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang, Mohammad Riza Chalid (MRC).
Kendaraan yang disita terdiri dari satu unit Toyota Alphard, satu Mini Cooper, dan tiga unit Mercedes-Benz. Seluruh mobil tersebut ditemukan di lokasi berbeda saat penggeledahan pada Senin malam, 4 Agustus 2025.
“Tim penyidik telah melakukan pencarian dan penyitaan terkait perkara atas nama tersangka MRC,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, kepada awak media, Selasa (5/8/2025).
Menariknya, seluruh kendaraan disita dalam kondisi tanpa pelat nomor. Penyidik menduga ini merupakan upaya untuk menghilangkan barang bukti.
“Mobil-mobil tersebut atas nama pihak yang terafiliasi. Saat ditemukan memang tidak dilengkapi pelat nomor. Diduga sengaja dilakukan untuk menghilangkan jejak,” jelas Anang.
Selain kendaraan, tim penyidik juga menyita sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Amerika. Namun nominal pasti masih dalam proses penghitungan bersama pihak perbankan.
“Penggeledahan dilakukan di tiga lokasi, yaitu Depok, Pondok Indah, dan Tegal Parang, Mampang,” terang Kasubdit Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dan TPPU Kejagung, Yadyn Palebangan.
Yadyn menambahkan, Riza Chalid telah tiga kali dipanggil sebagai tersangka, namun selalu mangkir. Atas dasar itu, Kejagung menetapkannya sebagai buron dan telah mengajukan Red Notice melalui Interpol.
Untuk diketahui, Mohammad Riza Chalid merupakan salah satu dari sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Riza yang diketahui sebagai Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak diduga memiliki peran kunci dalam skema korupsi tersebut bersama delapan tersangka lainnya. Mereka disinyalir melakukan kolusi untuk merugikan keuangan negara dengan menjalankan peran masing-masing dalam jaringan kejahatan tersebut.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil langkah hukum tegas dengan mengajukan permohonan red notice ke Interpol terhadap Mohammad Riza Chalid dan Jurist Tan. Keduanya diduga terlibat dalam dua kasus korupsi besar yang saat ini tengah ditangani Kejagung.
Riza Chalid, dikenal sebagai pengusaha minyak, terseret kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018–2023. Sementara Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan 2019–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan saat ini pihaknya sedang menyelesaikan dokumen yang diperlukan untuk pengajuan red notice ke Interpol.
“Kami masih melengkapi data dan mekanisme pemanggilan. Setelah lengkap, permohonan akan diteruskan ke markas Interpol di Lyon, Prancis, melalui Divhubinter Polri,” ujar Anang di Jakarta, Senin, 4 Agustus 2025.
Jika disetujui, nama Riza dan Jurist akan masuk dalam sistem imigrasi global dan dicatat sebagai buronan internasional.
Riza Chalid disebut sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak dan diduga berperan besar dalam kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp285 triliun. Berdasarkan data imigrasi, ia terakhir meninggalkan Indonesia pada 6 Februari 2025 menuju Malaysia dan belum kembali.
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menduga Riza kini menetap di Malaysia dan menikah dengan salah satu kerabat bangsawan setempat.
Jurist Tan diduga terlibat dalam proyek pengadaan Chromebook senilai Rp1,98 triliun di Kemendikbudristek. Ia diketahui meninggalkan Indonesia pada 13 Mei 2025 menuju Singapura, dan kini diyakini berada di Australia bersama keluarganya.
Baik Riza maupun Jurist telah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik Kejagung, meski sudah dilakukan sesuai prosedur, termasuk melalui pengumuman di media nasional.
“Jika tidak hadir, keduanya akan segera kami tetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Tinggal menunggu waktu, sekitar satu minggu ke depan,” tegas Anang.
Perlu diketahui, red notice bukan surat perintah penangkapan, namun menjadi dasar untuk pelacakan dan penahanan sementara oleh negara-negara anggota Interpol. Negara tujuan bisa menentukan langkah hukum berdasarkan kebijakan masing-masing.
Langkah Kejagung ini menunjukkan komitmen kuat dalam mengejar pelaku korupsi lintas negara dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyatakan siap mencabut paspor Riza dan Jurist bila diminta oleh Kejagung.
“Kalau diminta, akan kami cabut. Tidak ada masalah,” kata Agus kepada wartawan.
Namun hingga saat ini, belum ada permintaan resmi terkait pencabutan paspor kedua tersangka tersebut. (disway/c1/abd)

Tag
Share