Jelang Muktamar X PPP, Majelis Partai Tolak Muswilub Gelaran Plt Ketum Mardiono

Majelis Tinggi PPP saat menggelar pertemuan membahas Muswilub yang digelar Plt. Ketum Mardiono di kediaman K.H. Zarkasih Nur, Ciputat. -FOTO IST -

JAKARTA – Menjelang Muktamar Ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada September 2025, dinamika internal partai mulai mengemuka.
Salah satunya terkait langkah pelaksana tugas (Plt.) Ketua Umum PPP Mardiono yang menggelar Musyawarah Wilayah Luar Biasa (Muswilub) di empat provinsi: Kepulauan Riau, Bali, Riau, dan Kalimantan Selatan.
Langkah ini memicu reaksi keras dari jajaran Majelis Tinggi PPP yang menilai Muswilub tersebut sebagai inkonstitusional dan tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Sekretaris Majelis Syariah PPP, KH Fadlolan Musyaffa, menyebut para majelis partai telah menggelar pertemuan di kediaman Ketua Majelis Kehormatan PPP, KH Zarkasih Nur, di Ciputat, Tangerang Selatan, untuk menyikapi persoalan tersebut.
“Banyak kebijakan Plt Ketum yang dinilai inkonstitusional dan unorganisatoris. Salah satunya Muswilub ini yang bahkan tidak ditandatangani oleh Sekjen. Ini jelas menyalahi prosedur,” tegas Fadlolan, Jumat (11/7).
Ia menilai, seharusnya menjelang Muktamar, seluruh kekuatan partai difokuskan pada upaya konsolidasi dan penyatuan kader, bukan justru memecah belah.
“Ini sangat tidak bisa ditoleransi. Muswilub tanpa persetujuan Sekjen saja sudah menyalahi prinsip organisasi,” ujarnya.
Setelah mendengarkan masukan dari berbagai majelis seperti Majelis Pakar, Majelis Kehormatan, Majelis Syariah, dan Majelis Pertimbangan, Mahkamah Partai pun menyusun pendapat hukum.
Muswilub di Kepri, Bali, Riau, dan Kalsel dinyatakan tidak sah karena bertentangan dengan Pasal 63 AD PPP yang mengatur tentang pelaksanaan Musyawarah Wilayah Luar Biasa.
Mahkamah Partai juga meminta Pengurus Harian DPP PPP agar dalam setiap kebijakan tetap tunduk pada UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Pasal 19 Ayat (1) AD PPP yang mengatur tugas Pengurus Harian.
Ketua Majelis Kehormatan, KH Zarkasih Nur, menyatakan pihaknya telah mendengarkan pandangan dari Mahkamah Partai dan menyepakati pembatalan Muswilub.
“Mahkamah partai menjelaskan alasan pembatalan satu per satu, dan kami mendukung penuh langkah tersebut,” ujarnya.
Senada, Ketua Majelis Pakar PPP, Prof. Priono Tjiptoherianto, menilai pertemuan majelis dengan Mahkamah Partai sangat penting dalam menjaga marwah partai.
“Muswilub yang dilakukan tidak mengikuti mekanisme organisasi. Harapan kami, Muktamar nanti bisa menghasilkan pergantian kepemimpinan yang lebih kuat untuk membawa PPP kembali ke Senayan,” tegas Priono.
Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan menggelar muktamar pada 2025 untuk memilih ketua umum (Ketum) baru. Agenda ini direncanakan berlangsung setelah hari raya Idul Adha dan pilkada ulang di sejumlah daerah.
’’Setelah Rapat Pengurus Harian DPP PPP terakhir di kantor DPP, diputuskan bahwa Muktamar PPP dijadwalkan setelah hari raya Idul Adha dan pilkada ulang. Jadi diperkirakan antara Agustus–September, meski ini masih tentatif,” ujar Juru Bicara DPP PPP Usman M. Tokan, Rabu (14/5).
Tokan mengungkapkan, sejumlah kader internal masuk dalam bursa calon ketua umum, termasuk Plt Ketum saat ini, Mardiono, serta tokoh-tokoh seperti Sandiaga Salahuddin Uno, Muhammad Romahurmuziy, dan Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin).
“Pak Suharso Monoarfa juga punya peluang yang sama jika bersedia maju kembali,” tambahnya.
Selain nama-nama internal, beberapa tokoh eksternal juga disebut-sebut masuk dalam bursa calon ketum, di antaranya Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional dan mantan KSAD Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, serta mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
“Nama-nama eksternal ini ada yang masih terdengar samar-samar, tetapi ada juga yang sudah aktif berkonsolidasi dan menemui sejumlah pimpinan DPW PPP,” jelas Tokan.
Ia menyebutkan, setidaknya 20 DPW PPP telah menyuarakan keinginan untuk memilih ketua umum baru dalam muktamar mendatang.
“Perlu dicatat bahwa saat ini PPP masih dipimpin oleh Plt Ketum, bukan hasil muktamar. Kami semua, baik di DPP, DPW, maupun DPC, tentu ingin segera memilih ketua umum definitif agar ada waktu cukup untuk konsolidasi menyeluruh menuju Pemilu 2029,” tegas Toka.
Sebelumnya, Ketua Majelis Pakar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Prijono Tjiptoherijanto menyetujui digelarnya Muktamar pada 2025. Hal itu sesuai dengan hasil Rapimnas IX beberapa waktu lalu.
“Surat tersebut sudah sejak 1 Mei. Berarti ada orang dalam, wong surat disampaikan langsung kepada Ketum, kok jadi keluar dan semua orang tahu, itu kan aneh,” kata Prijono, Kamis (20/6).
Prijono menyampaikan, tidak sepatutnya soal surat-menyurat tersebut muncul ke permukaan publik dan membuat gaduh partainya. Sebab, muktamar telah disepakati dan ditegaskan dalam Rapimnas IX, yaitu akan dilaksanakan sesuai waktunya berdasarkan AD/ART partai tahun 2025.
“Bagaimana juga kita harus setuju, karena Rapimnas adalah keputusan resmi dalam partai. Pokoknya begitu saja, jangan dibuat repot hanya karena masalah surat yang jadi kemana-mana,” tegasnya. (jpnn/c1/abd)

Tag
Share