Satgas Pangan Polri Panggil 4 Produsen Beras Terkait Dugaan Pelanggaran Mutu dan Takaran
Satgas Pangan Polri memeriksa empat produsen beras terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran, Kamis (10/7). -FOTO IST -
JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri memanggil empat produsen beras nasional, Kamis (10/7), terkait dugaan pelanggaran standar mutu dan takaran dalam produk yang mereka pasarkan. Langkah ini menjadi bagian dari penyelidikan intensif terhadap praktik pengemasan dan distribusi beras yang dinilai merugikan konsumen.
Dugaan pelanggaran tersebut mencakup pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Tindak Pidana Perdagangan, Tindak Pidana Pangan, hingga indikasi pemalsuan dokumen.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada pukul 10.00 WIB. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, membenarkan bahwa penyidiknya telah melayangkan surat pemanggilan resmi kepada empat perusahaan besar yang memasarkan merek beras ternama.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Helfi kepada wartawan.
Empat perusahaan tersebut disebutkan dengan inisial sebagai berikut:
1. WG – Diduga menjual beras dengan mutu di bawah standar berdasarkan uji terhadap 10 sampel dari Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
2. FS – Ditemukan 9 sampel yang tidak memenuhi standar mutu dari Sulsel, Kalsel, Jabar, dan Aceh.
3. BPR – Ditemukan pelanggaran dalam 7 sampel dari berbagai daerah, termasuk Sulsel, Jateng, Kalsel, Jabar, dan Jabodetabek.
4. SUL/JG – Dugaan pelanggaran ditemukan dari 3 sampel yang diuji di Yogyakarta dan Jabodetabek.
Sebelumnya, Menteri Pertanian telah mengungkap dugaan adanya praktik mafia beras yang melibatkan setidaknya 212 produsen. Temuan tersebut memicu kritik terhadap Polri atas lambannya penyidikan.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menilai Polri seharusnya fokus pada fungsi penegakan hukum dan pengawasan, bukan menjalankan program tanam jagung yang merupakan kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan).
“Polri mestinya menjalankan tupoksinya sebagai penyidik, bukan malah sibuk menanam jagung,” kata Bambang saat dikonfirmasi, Selasa (8/7/2025).
Bambang juga menyebut pengungkapan kasus oleh Mentan menandakan adanya ketimpangan peran antara Kementan dan Polri dalam program ketahanan pangan.
“Kementan malah jadi pengawas, sementara Polri justru jadi pelaksana proyek. Ini terbalik,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan responsivitas Polri dalam menyikapi informasi awal dari Kementan. Menurutnya, penyidik tidak perlu menunggu laporan model B untuk memulai klarifikasi terhadap temuan tersebut.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Kasatgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf belum memberikan jawaban atas konfirmasi apakah pihaknya telah menerima laporan resmi dari Kementan.
Di sisi lain, Pakar Pertanian Suardi Bakri menilai langkah investigatif Kementan patut diapresiasi, terutama setelah munculnya anomali antara stok pangan yang melimpah dan harga beras yang terus naik.
“Stok kita diklaim empat juta ton, tapi harga terus meningkat. Ini anomali. Kementan patut diapresiasi karena sigap menyelidiki,” ujarnya, Jumat (4/7/2025).
Ia berharap Satgas Pangan Polri lebih aktif dalam melakukan pemantauan langsung di pasar agar dapat mencegah permainan harga dan penimbunan oleh pedagang nakal.
“Satgas seharusnya rutin turun ke pasar. Kalau stok melimpah tapi harga tetap tinggi, berarti ada yang tidak beres di rantai pasok,” tegasnya.
Temuan ini diharapkan menjadi momentum bagi pihak berwenang untuk memperbaiki koordinasi antarinstansi dan memastikan perlindungan terhadap konsumen dari praktik curang dalam distribusi pangan nasional. (disway/c1/abd)