Bea Cukai Percepat Proses Tarif Remidi dari 40 Hari Jadi 14 Hari

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu.--FOTO NURUL FITRIANA/JAWAPOS.COM
Cegah Barang Impor Menumpuk di Pelabuhan
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara resmi menyampaikan dukungannya terhadap proses deregulasi kebijakan impor dan kemudahan berusaha di Tanah Air. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyampaikan salah satu upaya yang akan dilakukan Kemenkeu adalah memastikan untuk mempercepat proses kepabenanan, salah satunya agar barang impor tidak menumpuk di pelabuhan.
Itu sebabnya, Bea Cukai akan memastikan agar tarif remidi atau tindakan perbaikan atau koreksi yang dilakukan terhadap kesalahan atau kekurangan dalam perhitungan bea masuk, pajak dalam rangka impor (PDRI), atau sanksi administrasi lainnya yang terkait dengan kegiatan kepabeanan bisa selesai dalam waktu 14 hari, dari sebelumnya 40 hari. Tarif remidi bea cukai adalah biaya tambahan yang dikenakan pada barang impor yang mengalami keterlambatan dalam proses kepabeanan.
"Penetapan tarif remidi atau perlindungan yang lebih cepat yang dulunya dalam 40 hari. Sekarang kita upayakan berarti 14 hari di tim tarif dan dilaksanakan oleh teman-teman pihak cukai bersama dengan kementerian lembaga yang lain," kata Anggito dalam konferensi pers di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6).
Tak hanya itu. Anggito juga memastikan seiring dengan penerapan kebijakan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, pihaknya akan menindaklanjuti dengan proses pengawasan impor atas komoditi yang lebih cepat, lebih handal dan mengintegrasikannya dengan sistem CESA di pihak cukai. Selain itu, memastikan relaksasi dari pelarangan terbatas atau Lartas terhadap 482 kode HS berjalan dengan lancar. Ia mengakui, saat ini teman-teman pihak cukai sudah mengidentifikasi jumlah HS tersebut.
Terakhir, Kemenkeu yang dalam hal ini pihak cukai akan memastikan kelancaran proses bisnis dan bongkar muat di pelabuhan. "Langkah ini penting untuk mencegah terjadinya penundaan, penumpukan dan bahkan risiko terhadap ekonomi yang tinggi akibat proses yang mungkin tidak dapat dilanjutkan," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah secara resmi melakukan deregulasi kebijakan impor dan deregulasi kemudahan berusaha. Ini dilakukan guna mendorong daya saing dan menciptakan lapangan pekerjaan di Tanah Air. Salah satu aturan yang telah dirombak adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 Juncto Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, diubah menjadi Permendag Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.