Perang Iran-Israel, Tanda Bahaya dari Timur Tengah

ILUSTRASI Perang Iran-Israel, Tanda Bahaya dari Timur Tengah.-FOTO MAULANA PAMUJI GUSTI/HARIAN DISWAY -
Jika rudal berikutnya jatuh ke Irak, jika pangkalan AS diserang, jika pasokan minyak dari Selat Hormuz terganggu, yang terjadi bukan hanya perang regional. Namun, krisis global dengan perluasan eskalasi konflik yang besar.
Dan, saat para pemimpin dunia masih berdebat soal siapa yang salah, warga sipil terus menjadi korban. Anak-anak kehilangan sekolah, keluarga kehilangan tempat tinggal, dan dunia kehilangan nuraninya.
Inilah saatnya Indonesia, bersama kekuatan diplomatiknya yang tersisa, bersuara lebih lantang. Tidak untuk mengutuk, tetapi untuk mengintervensi secara bermartabat. Untuk menyelamatkan, bukan menonton.
Sebab, sejarah tak pernah diingat dari sikap diam, tetapi dari keberanian untuk menyalakan cahaya ketika dunia gelap.
Untuk itu, Indonesia mungkin tidak hanya dapat bersikap reaktif dalam menanggapi situasi yang ada, tetapi dapat menjadi lebih proaktif. Misalnya, dengan membentuk Jakarta Peace Forum on West Asia.
Forum itu dapat ditempatkan sebagai suatu wadah diplomasi informal dan kolektif lintas global south. Selain itu, Indonesia dapat menawarkan skema ”gencatan senjata bergilir” sebagai solusi transisi menuju perdamaian, sembari mengerahkan bantuan kemanusiaan berbasis ASEAN–OIC.
Itu bukan hanya demi reputasi global Indonesia, tapi juga bukti bahwa negara kita masih punya nyali dan nyawa dalam panggung perdamaian dunia.
Di tengah dunia yang kelelahan oleh konflik, diplomasi Indonesia harus kembali menjadi juru bicara nalar dan nurani. Lekaslah damai. (*)
*) Muhammad Arief Zuliyan adalah dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Diponegoro.
*) Probo Darono Yakti adalah dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga dan Direktur Center for National Defense and Security Studies.